RUU Pemilu Perlu Fokuskan Keterwakilan Daerah di Parlemen

Nuriman Jayabuana
09/10/2016 16:54
RUU Pemilu Perlu Fokuskan Keterwakilan Daerah di Parlemen
(MI/Susanto)

PEMERINTAH masih menyusun draf RUU Pemilu 2019. Salah satu poin yang menjadi isu penting merupakan penetapan daerah pemilihan dan alokasi kursinya.

“Pembentukan dapil dan alokasi kursi harus sesuai asas keterwakilan. Dan satu hal lagi, yaitu jangan sampai ada pola yang menguntungkan parpol tertentu,” ujar Direktur Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz, Minggu (9/10)

Menurut August, pembentukan daerah pemilihan dan penataan alokasi kursi kurang mendapat perhatian serius pada empat kali pelaksanaan pemilu pascareformasi.

“Padahal itu sangat menentukan peluang bagi parpol untuk meraup kursi.”

Berkaca pada sejumlah edisi pemilu yang lalu, penyusunan alokasi kursi tidak dilakukan secara proporsional. Artinya, terdapat ketimpangan pada penyusunan alokasi kursi.

“Beberapa daerah kelebihan kursi keterwakilan jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya.”

Ia menyarankan supaya penyusunan alokasi kursi mengedepankan prinsip proporsional. Maka, penataan alokasi kursi dan dapil juga perlu memperhatikan basis data kependudukan yang aktual. Sebab, perpindahan penduduk yang dinamis seharusnya juga menjadi pertimbangan untuk menentukan pengubahan besaran alokasi kursi.

Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria berpendapat satu hal yang penting dalam penyusunan alokasi kursi dan dapil merupakan kepastian prinsip keterwakilan.

“Intinya jangan sampai ada yang konstituennya besar tapi malah tidak terwakili.”

Ia juga berpendapat sudah seharusnya rancangan beleid pemilu mengharuskan calon legislator merupakan putra daerah pemilihan.

“Tidak kalah penting itu adalah supaya jangan sampai orang asli mana tapi malah maju di dapil mana. Itu yang paling banyak terjadi di DPR.”

Pada dasarnya prinsip keterwakilan daerah, bagi dia, sebaiknya mendetilkan permasalahan teknis seperti itu.

Sebab, ia mengatakan banyak legislator yang hanya mengedepankan popularitas untuk maju bersaing di dalam pileg. Padahal, tokoh populer yang mencalonkan diri bukan warga dapil setempat dan juga tidak memiliki keterikatan yang erat dengan dapil.

“Maka di internal kami sebenarnya sudah dibicarakan secara mendalam. Untuk pemilu ke depan harus dipersyaratkan, kalau maju sebagai anggota DPR dan DPRD dari suatu dapil harus merupakan orang asli kelahiran di dapil itu.”

Paling tidak, ujar Ahmad, ketentuan itu bisa diperlonggar dengan syarat minimal domisili calon legislatif.

“Misalnya paling tidak dia sudah menetap di dapil itu selama 10 tahun. Supaya caleg yang maju dan beneran jadi itu benar merupakan bagian masyarakat daerah pemilihan yang diwakili.”

Ia juga memandang sudah saatnya terdapat pembatasan bagi anggota legislatif yang mau mencalonkan diri kembali.

“Sampai sekarang kan masa jabatan anggota DPR juga belum ada batasan. Coba misalnya dibatasi maksimal empat periode. Itu penting supaya mereka nanti tidak di situ situ aja dan menjadi raja raja kecil, hal seperti itu kan tidak baik bagi proses kaderisasi.”

Ahmad kemudian juga menyatakan sebaiknya dipertimbangkan penambahan kursi keanggotaan di parlemen. Seperti diketahui, parlemen menyediakan 560 kursi bagi legislator.

“Apakah misalnya perlu menjadi 570. Saya pikir penambahan kursi itu juga perlu, karena penduduk secara keseluruhan kan juga bertambah, Maka keterwakilan kursi sekiranya juga perlu ditambah,” ujar dia. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya