KTP-E Bermasalah sejak Perencanaan

Cahya Mulyana
06/10/2016 06:10
KTP-E Bermasalah sejak Perencanaan
(MI/SUSANTO)

KekARUT-MARUTAN yang hingga kini mewarnai pemutakhiran data kependudukan melalui KTP berbasis elektronik (KTP-E) wajar terjadi karena proyek tersebut sudah buruk sejak perencanaan.

"Proyek KTP-E ini bak mercusuar, tinggi, tetapi malah tidak menyelesaikan harapan untuk mendapatkan pemutakhiran data kependudukan. Pengadaan yang memakan anggaran sekitar Rp6 triliun ini terkesan ambisius dengan merencanakan 2 tahun bisa mendistribusikan seluruh KTP-E, tetapi faktanya saat ini masyarakat menjadi sengsara," terang peneliti ICW Tama S Langkun saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, sebelum memutuskan memutakhirkan data kependudukan, pemerintah saat itu sudah menjalankan program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang menelan puluhan miliar rupiah.

Namun, di tengah jalan, program diganti dengan KTP-E pada 2009.

"Kita (ICW) sejak perencanaan KTP-E sudah memberikan masukan kepada Kemendagri tentang urgensi dan potensi apa ke depannya. Tenggat kontrak 2 tahun pengadaan KTP-E ini tidak logis dan terbukti saat ini prosesnya diperpanjang. Di Belgia saja butuh 5 tahun untuk pemutakhiran data penduduknya," papar Tama.

Namun, Kemendagri di bawah pimpinan Gamawan Fauzi saat itu tak menggubris.

Begitu pula ketika KPK dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah memberikan masukan terkait dengan proses tender.

Akibatnya, pelaksanaan KTP-E amburadul bahkan aroma korupsi kuat tercium hingga akhirnya dua orang menjadi tersangka.

Tersangka pertama ditetapkan pada April 2014, yakni pejabat pembuat komitmen proyek KTP-E, Sugiharto. Setelah berselang 2 tahun, mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Irman, menyusul.

Kerugian negara mencapai Rp2 triliun.

Kendati begitu, kedua tersangka masih bisa menghirup udara bebas karena belum ditahan.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, ditahan tidaknya tersangka sepenuhnya kewenangan penyidik.

Tama Langkun meminta KPK mengungkap tuntas kasus tersebut, sedangkan pemerintah saat ini mesti secepatnya mencari solusi sehingga kekarut-marutan pelaksanaan proyek KTP-E bisa diatasi.

"Masyarakat jangan terus terombang-ambing karena proyek yang sudah rusak sejak perencanaannya ini," tandasnya.


Ketidakpastian

Masyarakat yang belum memperoleh KTP-E memang belum mendapatkan kepastian sampai kapan mereka menerima identitas kependudukan mereka itu.

Di banyak daerah, proses pembuatan KTP-E terhenti karena blangko kosong dan belum bisa dipastikan kapan bakal kembali normal.

Di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, misalnya, puluhan ribu warga terus menunggu kelanjutan proses pembuatan KTP-E.

Sebagai solusi sesaat, kata Kepala Seksi Pendaftaran dan Penerbitan Dokumen Penduduk Disdukcapil Tasikmalaya Uu Syaeful Uyum, pihaknya menerbitkan surat keterangan pengganti sementara KTP.

Uu juga belum bisa memastikan kapan blangko KTP-E kembali tersedia karena tergantung pusat.

Ketidakjelasan serupa dialami warga Kabupaten Bandung Barat.

"Berdasarkan informasi, Kemendagri baru akan melakukan pengadaan blangko pada November nanti, "kata Kepala Disdukcapil Bandung Barat, Wahyu Diguna.

Di Klaten, Jawa Tengah, disdukcapil setempat mulai kemarin tak lagi melakukan pencetakan KTP-E karena stok blangko dari Kemendagri terhenti.

"Kami mengharapkan dalam 1-2 bulan mendatang blangko sudah tersedia sehingga pencetakan KTP-E bisa dilakukan lagi," ujar Kepala Disdukcapil Klaten Widya Sutrisna.

Dia menjelaskan warga yang belum melakukan perekaman data KTP-E sekitar 83 ribu dari 976 ribu orang wajib ber-KTP.(Fat/AD/DG/JS/BB/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya