Ketua MA Cacat Syarat

Nur Aivanni
05/10/2016 05:45
Ketua MA Cacat Syarat
(MI/ADAM DWI)

PRESIDEN Joko Widodo berencana mengeluarkan paket kebijakan di bidang hukum. Berkenaan dengan hal itu, hakim agung Topane Gayus Lumbuun meminta agar reformasi bidang hukum harus dimulai dari Mahkamah Agung (MA). Salah satunya dengan mencopot hakim agung yang cacat syarat.

Gayus mengungkapkan ada lima hakim agung yang tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA.

"Ada lima. Dua pemimpin MA dan tiga hakim agung yang tidak memenuhi syarat Pasal 7 UU MA. Ada yang cuma setahun (jadi hakim tinggi), ada yang setahun lebih," terangnya.

Pasal 7 angka 6 UU Nomor 3/2009 menyebutkan, untuk menjadi hakim agung, yang bersangkutan harus berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim termasuk paling sedikit tiga tahun menjadi hakim tinggi.

Menurut sumber Media Indonesia, Ketua MA Hatta Ali merupakan salah satu dari lima hakim agung yang cacat syarat tersebut. Pasalnya, ia menjabat sebagai hakim tinggi kurang dari 3 tahun.

Berdasarkan penelusuran Media Indonesia, Hatta Ali menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasaar pada 2003. Selanjutnya, pada 2004 ia merangkap sebagai Sekretaris Ketua MA dan 2005 menjabat Dirjen Badilum (Badan Peradilan Umum) I. Dua tahun kemudian, pada 2007, Hatta Ali diangkat menjadi hakim agung. Setelah itu, pada 8 Februari 2012, ia terpilih menjadi orang nomor satu di MA.

Juru bicara MA, Suhadi, saat dimintai tanggapan mengenai masalah itu, menyebut kewenangan menyeleksi hakim agung berada di Komisi Yudisial (KY).

"Itu kan semuanya pendaftaran ada di KY. Pintu pertama sudah ada di KY. Di KY semua persyaratan sudah diwajibkan pada semua peserta. Jadi kalau sudah lulus administrasi, itu berarti sudah memenuhi persyaratan menurut yang ditetapkan KY," terangnya saat dihubungi, kemarin.

Saat ditanya lebih lanjut, apakah MA akan mengevaluasi lima hakim agung tersebut, Suhadi menyatakan MA sudah berjalan sesuai dengan UU. "Kalau MA, semua sudah sesuai dengan UU," ujarnya.

Ia pun menilai KY tidak kecolongan dalam menyeleksi kelima hakim agung itu. Pasalnya, selain diseleksi KY, hakim agung juga diseleksi oleh DPR. "Kecolongan apa? Silakan bongkar saja dokumennya," tegasnya.


Jalur hukum

Anggota Komisi III DPR dari F-PD Didik Mukrianto berharap persoalan itu ditindaklanjuti dengan pelaporan secara hukum. "Kalau dalam proses seleksi itu kemudian dianggap ada manipulasi data, kesalahan administrasi, silakan saja ditempuh upaya hukum," katanya.

Menurut Didik, masalah administratif yang dikemukakan Gayus lebih terkait pada ketelitian proses awal seleksi di KY. "Kami (Komisi III) berpegangan pada apa yang dilakukan KY." (Kim/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya