Awas Sanksi Sosial Koruptor Berujung Paradoks

Cahya Mulyana
01/10/2016 17:21
Awas Sanksi Sosial Koruptor Berujung Paradoks
(Thinkstock)

SANKSI sosial untuk terpidana tindak pidana korupsi harus dirumuskan secara matang untuk menimbulkan efek jera. Jangan sampai sanksi baru itu malah mengikis ketakutan melakukan korupsi dan menimbulkan paradoks.

"Singapura pernah bikin sanksi sosial. Orang berapa kali membuang sesuatu dia dikasih sanksi sosial nyapu di jalan. Namun, malah ada sebagian dari mereka bangga dengan sanksi sosial tersebut dan mempublikasikannya ke Facebook," ungkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang saat ditemui di sela acara internasional book fair, di Jakarta, Sabtu (1/10).

Sanksi yang malah timbulkan paradoks tersebut harus menjadi kajian dalam mematangkan wacana sanksi sosial bagi koruptor.

Oleh sebab itu, lanjut Saut, pemerintah patut mempelajari sanksi tersebut dari banyak sektor. Tujuan utama hukuman tambahan itu patut sejalan dengan ragam sanksinya.

"Jadi sanksi sosial itu bisa bikin paradox loh. Sanksi bagi koruptor iya, tapi dianggapnya nanti bisa dianggap seperti sosialisasi, jadi mesti hati-hati," tegasnya.

Ia menjelaskan maksud sanksi yang wacananya hampir disetujui seluruh pihak ini bisa jadi sudah berjalan. Hal itu seperti kerja para narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan.

"Maka mesti dikaji dulu sanksi sosial seperri apa. Kalau kerja sosial bisa jadi itu sudah dilaksanakan selama ini di lembaga pemasyarakatan," tukasnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya