Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PRESIDEN Joko Widodo masih mengkaji usul sanksi sosial untuk menambah efek jera bagi koruptor yang disampaikan sejumlah pakar hukum.
Staf Khusus Bidang Komunikasi Presiden Johan Budi SP membenarkan usul itu pernah disampaikan sejumlah pakar dan praktisi hukum, termasuk mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan ketika bertemu Presiden, pekan lalu.
"Usulan-usulan itu akan digodok lagi di kementerian dan menko polhukam sebagai leader-nya dibantu menkum dan HAM, kejaksaan, kepolisian, dan KSP (Kantor Staf Presiden)," ujar Johan ketika dihubungi, kemarin.
Wacana sanksi sosial, jelas Johan, menjadi pertimbangan Presiden karena hukuman bagi koruptor masih jauh dari ideal.
Penegakan hukum belum memberikan efek jera.
Presiden, jelas Johan, menginginkan hukuman bagi koruptor bisa dimaksimalkan agar memberikan efek jera.
"Nanti akan dilakukan pertemuan lagi (para pakar hukum dengan Presiden) jika dianggap perlu, mendalami usulan-usulan yang disampaikan. Usulan sanksi sosial bagi koruptor merupakan salah satu usulan yang mengemuka dalam rangka mereformasi hukum," tandasnya.
Dalam kaitan itu, pemerintah juga dijadwalkan akan mengumumkan paket reformasi bidang hukum tepat pada dua tahun masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Oktober 2016.
Peta jalan reformasi hukum itu dibutuhkan untuk memetakan persoalan dan membuat langkah prioritas.
Menurut Johan, masukan para pakar akan melengkapi dokumen yang sudah disiapkan pemerintah.
Saat ini pemerintah tinggal menyempurnakan paket kebijakan reformasi di bidang hukum.
Otomatis
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengatakan hukuman sanksi sosial sudah otomatis didapatkan para koruptor.
Karena itu, kata dia, tidak perlu ada aturan khusus mengenai pemberian sanksi sosial.
"Sanksi sosial bagaimanapun di mata masyarakat dia sudah ternoda," kata Hatta saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, kemarin.
Menurut Hatta, tidak perlu ada aturan lebih rinci mengenai hal itu.
"Tidak perlu. Saya yakin sudah otomatis. Orang yang sudah melakukan korupsi pasti dijauhi (masyarakat), dijauhi juga dari jabatan-jabatan," tambahnya.
Di lain sisi, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan penerapan sanksi sosial masih dirancang.
"Masih kita pikirkan," terangnya. Namun, Agus menyampaikan penerapan sanksi sosial bisa bermacam-macam. Salah satunya, kata dia, bisa berupa perilaku masyarakat yang tidak mau bergaul dengan keluarga koruptor. "Itu sudah sanksi sosial," tandasnya.
Sebelumnya, mantan hakim Mahkamah Konstitusi Harjono berpendapat pemberian sanksi sosial merupakan salah satu metode untuk membentuk efek jera.
Sanksi itu diyakini akan menimbulkan rasa malu bagi koruptor.
Harjono menambahkan, dalam pertemuan para pakar hukum dengan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, usul pemberian sanksi sosial bagi koruptor mengemuka meskipun hal itu belum dibahas secara detail.
"Tidak saya saja (usul pemberian sanksi sosial). Beberapa pakar lain juga mengusulkan. Waktu itu dinilai bahwa hukuman yang ada sekarang belum menjerakan para koruptor," kata Harjono.
Pemberian sanksi sosial bagi koruptor, menurut Harjono, bisa memberi efek jera karena dapat menimbulkan rasa malu bagi koruptor, misalnya melakukan pekerjaan sosial seperti menyapu jalanan. (Nur/X-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved