KPK Ingin Dimasukkan ke Konstitusi

Nur Aivanni
30/9/2016 04:35
KPK Ingin Dimasukkan ke Konstitusi
(MI/ROMMY PUJIANTO)

PEMERINTAH tengah merumuskan paket reformasi hukum.

Dalam menanggapi itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyampaikan penguatan terhadap lembaga antirasywah itu perlu diperhatikan.

"Kalau mengenai pemberantasan korupsi, supaya lebih mengikat, mungkin hal-hal yang terkait dengan penguatan KPK perlu diperhatikan," ujarnya saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, kemarin.

Penguatan, lanjut Agus, dilakukan dengan mengubah basis pendirian, yakni KPK bisa dicantolkan ke peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

"Banyak lembaga atau kementerian yang ada di UUD seperti BPK, MA, Kemendagri, Kemenkeu, dan Kemendikbud. Itu kan ada di UUD sehingga tidak mudah dibubarkan. Gitu, kan. Itu perlu dilakukan mungkin," terangnya.

Penguatan lainnya, sambung Agus, yaitu memberikan imunitas kepada komisioner KPK ataupun pegawai KPK di kasus-kasus tertentu. "Itu patut dipikirkan," ujarnya.

Usul untuk menjadikan KPK sebagai lembaga permanen yang diatur dalam UUD 1945 juga pernah disampaikan Ketua nonaktif DPD Irman Gusman saat menanggapi rencana revisi UU KPK tahun lalu.

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan tengah menggodok paket reformasi hukum untuk memperbaiki tata kelola hukum di Tanah Air secara holistis.

Ada tiga aspek bidang hukum yang perlu dibenahi, yakni instrumen hukum, aparat penegak hukum, dan budaya hukum.

Menko Polhukam Wiranto mengakui pembenahan kinerja aparat penegak hukum menjadi yang terberat.

Menurut Wiranto, masih ada aparat yang menggunakan hukum sebagai komoditas pribadi.

Akibatnya, kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum selalu rendah.

"Aparat hukum yang seharusnya menegakkan hukum, ini justru menodai. Ini yang akan kita sasar agar kepercayaan masyarakat kepada hukum nasional kembali pulih," tandasnya, kemarin.

Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menyatakan MA membuka diri untuk bekerja sama dengan lembaga penegak hukum atau masyarakat sipil dalam pemberantasan mafia peradilan.

Untuk itu, MA kini tengah mendiskusikan menyangkut program pencegahan dan pemberantasan korupsi yang akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman RI, dan Komisi Yudisial.

"Kami selalu siap mengulurkan tangan untuk bersama-sama menangani masalah, terutama berkaitan dengan tindak pidana korupsi. MA juga membuka diri atas masukan dan input dari masyarakat sipil yang punya perhatian terhadap upaya perbaikan peradilan," terang Hatta saat memberikan sambutan dalam acara Peluncuran Sistem Informasi Pengawasan (Siwas) MA RI.


JC dibutuhkan

Hatta Ali juga menyinggung perlunya justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dalam mengungkapkan kasus korupsi.

Menurutnya, JC bisa membongkar tuntas kasus korupsi, tetapi bisa menjadi kendala jika keterangan yang diberikan penerima JC tidak pas.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menegaskan JC akan tetap menjadi syarat terpidana korupsi untuk mendapatkan remisi.

"JC tetap ada. JC ini khususnya terpidana korupsi," ujarnya. (Pol/*/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya