Dirut Bulog Akui Komunikasi dengan Irman Gusman

Golda Eksa
29/9/2016 21:36
Dirut Bulog Akui Komunikasi dengan Irman Gusman
(ANTARA FOTO/Reno Esnir)

DIREKTUR Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Djarot Kusumayakti mengaku pernah ditelepon tersangka mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman. Sambungan via telepon itu selanjutnya direspons dengan mendistribusikan 1.000 ton gula pasir ke Provinsi Sumatra Barat.

Penegasan itu disampaikan Djarot seusai menjalani pemeriksaan selama 9 jam di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (29/9) malam. Ia diperiksa dalam kapasitas saksi terkait perkara dugaan rekomendasi kuota impor gula yang melibatkan Irman.

Menurutnya, komunikasi dilakukan hanya sekali pada Januari 2016 silam. "Beliau telepon dan yang saya tangkap, beliau cuma mengabarkan kalau di sana (Sumbar) harga gula mahal," ujarnya sembari mengatakan detail materi pemeriksaan silakan ditanyakan ke penyidik.

Setelah melakukan percakapan itu Djarot langsung merespons dengan mendistribusikan 1.000 ton gula ke Sumbar. Ia pun menampik informasi perihal gula yang disuplai ke Sumbar merupakan alokasi untuk DKI Jakarta.

"Sudah 1.000 ton dari total 3.000 ton. Enggak ada (alokasi DKI). Alokasi daerah tidak ada dan itu alokasi untuk seluruh Indonesia."

Djarot juga menampik dugaan Bulog mendapat intervensi berupa rekomendasi kuota impor dari Irman, termasuk petunjuk proses distribusi melalui CV Semesta Berjaya (SB) milik tersangka Xaveriandy Sutanto.

"Oh enggak ada rekomendasi. Saya tidak kenal dan sama sekali tidak tahu (CV SB)," pungkasnya.

KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di kediaman Irman di Jalan Denpasar Raya, Blok C3/8, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Jumat (16/9) malam. Irman diamankan beserta Dirut CV Semesta Berjaya (SB) Xaveriandy Sutanto dan Memi (istri Sutanto).

Senator asal Sumbar itu diamankan berikut barang bukti uang sebesar Rp100 juta yang diberikan Sutanto. Uang itu ditengarai sebagai suap untuk rekomendasi kuota gula impor Provinsi Sumbar yang diberikan oleh Bulog kepada CV SB pada 2016.

Pengungkapan kasus tersebut bermula dari penelusuran tim KPK yang mengetahui adanya kejanggalan pada sidang distribusi gula impor tanpa label SNI di Pengadilan Negeri Padang. Jaksa Farizal yang bertindak sebagai ketua tim penuntut diketahui menerima uang Rp365 juta dari terdakwa Sutanto.

"Uang itu untuk membantu mengurus perkara penjualan gula tanpa SNI. Tersangka FZL (Farizal) juga bertindak seolah penasehat hukum terdakwa, seperti membuat eksepsi dan mengatur saksi yang menguntungkan terdakwa," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

KPK pun akhirnya menetapkan 4 tersangka dari dua kasus yang diketahui masih memiliki korelasi, yakni Irman, Farizal, Sutanto, dan Memi. Seluruh tersangka kini mendekam di Rutan KPK. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya