Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MESKIPUN pidana penjara telah dijatuhkan berulang kali, korupsi tetap saja tumbuh subur.
Berbagai kasus korupsi pun terus terungkap.
Koruptor tidak kapok mencuri uang rakyat.
Efek jera pun diyakini belum terbangun.
Dalam kaitan itu, sejumlah pakar hukum memikirkan berbagai cara untuk membangun efek jera sehingga terjadinya praktik korupsi dapat dicegah atau ditekan jika tidak mungkin dihilangkan.
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi Harjono berpendapat pemberian sanksi sosial merupakan salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk membentuk efek jera.
Sanksi itu diyakini akan menimbulkan rasa malu bagi koruptor.
Harjono menambahkan, dalam pertemuan para pakar hukum dengan Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu, usulan pemberian sanksi sosial bagi koruptor mengemuka meskipun belum dibahas detail.
"Tidak saya saja (usulan pemberian sanksi sosial). Beberapa pakar lain juga mengusulkan. Waktu itu dinilai bahwa hukuman yang ada sekarang belum menjerakan para koruptor," kata Harjono saat dihubungi, kemarin.
Pemberian sanksi sosial bagi koruptor, menurut Harjono, bisa memberi efek jera karena dapat menimbulkan rasa malu bagi koruptor. Bentuknya, misalnya, melakukan pekerjaan sosial, seperti membersihkan lingkungan dengan menyapu jalanan.
"Sanksi sosial seperti menyapu jalanan dengan kaus atau rompi tertentu. Yang penting masyarakat umum mengerti bahwa dia koruptor dan dia harus merasa dilihat orang banyak," terangnya.
Pakar hukum tata negara UIN Yogyakarta, Hifdzil Alim, mengatakan usulan saksi sosial pada awalnya digunakan untuk mengkritisi langkah Menkum dan HAM Yasonna Laoly yang berencana melonggarkan remisi dengan merevisi PP No 99/2012 tentang Remisi karena penjara sesak.
Saat itu sanksi sosial diusulkan bagi kejahatan ringan seperti pencurian ayam.
Dalam perkembangan, jika usulan sanksi sosial itu digunakan bagi koruptor untuk menimbulkan efek jera, Hifdzil tidak mempermasalahkan.
"Tidak masalah kalau mau kombinasi (sanksi pidana dan sosial), tapi yang paling penting penyitaan aset dan hukuman penjaranya juga tinggi," ujar Hifdzil, kemarin.
Bukan hanya menyapu jalan, menurut peneliti Pukat UGM itu, mengatur lalu lintas, menyapu jalan, hingga menjadi pasukan kuning dengan mengambil sampah rumah tangga setiap harinya juga dapat diterapkan.
Ketua KPK Agus Rahardjo pun menyambut baik usulan pemberlakuan sanksi tersebut.
Ia pun meminta pemangku kewenangan membuat regulasi pemberian sanksi sosial selain sanksi penjara dan denda untuk mempercepat terwujudnya tradisi malu dan jera melakukan korupsi.
"Yang kurang dari kita itu dalam pemberantasan korupsi ialah tidak adanya sanksi sosial kepada para pelaku yang terbukti melakukan korupsi," tegas Agus Rahardjo, kemarin.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Lalola Easter, juga menilai sanksi sosial tepat diterapkan untuk mewujudkan efek jera terhadap koruptor.
Hal itu bisa dijadikan pidana tambahan dan dimasukkan ke UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Namun, menurut Hifdzil, pemberlakuan sanksi itu cukup dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah. (Nyu/Cah/X-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved