MA Diminta Batalkan Aturan Terpidana Percobaan bisa Maju di Pilkada

Yogi Bayu Aji
26/9/2016 13:49
MA Diminta Batalkan Aturan Terpidana Percobaan bisa Maju di Pilkada
(MI/Atet Pramadia)

INDONESIA Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif) mengajukan uji materi kepada Mahkamah Agung. Mereka meminta MA membatalkan Pasal 4 Ayat (1) huruf f Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencalonan Kepala Daerah.

Peraturan itu menyebutkan, terpidana yang tidak menjalani pidana dalam penjara atau terpidana yang tengah menjalani hukuman percobaan dapat menjadi calon kepala daerah. Hal itu dinilai menimbulkan polemik dan ketidakpastian hukum.

"Jelas, peraturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang pengesahan Perppu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada)," kata KoDe Inisiatif Veri Junaidi di MA, Senin (26/9).

Menurut dia, Pasal 7 ayat(2) huruf g UU Pilkada secara jelas menyebutkan syarat calon kepala daerah adalah tidak tengah berstatus terpidana.

Orang yang menjalani hukuman percobaan, kata dia, status hukumnya jelas adalah seorang terpidana sehingga patut dimaknai tidak memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah sebagaimana telah ditetapkan UU Pilkada.

Dia menambahkan, lahirnya pasal yang mengakomodasi orang bermasalah menjadi calon kepala daerah juga terkesan ganjil. Pada Pilkada serentak 2015, orang yang berstatus terpidana tidak bisa menjadi kepala daerah.

"UU Pilkada dan Peraturan KPU tentang pencalonan kepala daerah melarang hal tersebut. Peraturan tersebut pun sebelumnya tidak pernah dipersoalkan," jelas dia.

Tanpa argumentasi yang jelas, lanjut dia, DPR dan pemerintah tiba-tiba mendesak KPU memberikan ruang kepada orang berstatus terpidana percobaan dinyatakan memenuhi syarat menjadi calon kepala daerah. Pengaturan yang dipaksakan ini telah menyebabkan pertentangan norma yang sangat fatal di dalam Peraturan KPU tentang Pencalonan Pilkada.

Permohonan uji materi pun diajukan demi adanya kepastian hukum pencalonan dan penetapan calon kepala daerah. KPU menjadi pihak termohon selaku pembuat aturan.

Selain itu, lanjut Veri, uji materi dilakukan dalam rangka mendorong tersedianya calon kepala daerah yang tidak sedang bermasalah dengan hukum. Menurut dia, pada hakikatnya, pilkada merupakan momentum besar bagi rakyat untuk menentukan pemimpin daerahnya.

"Sehingga, diperlukan regulasi yang sangat baik, sebagai penyaring siapa saja orang yang dapat menjadi kepala daerah. Prasyarat seorang warga bisa menjadi calon kepala daerah haruslah mengatur hal-hal yang bersifat netral, patuh kepada norma hukum, norma etika, dan prinsip-prinsip yang menginginkan sebuah pilkada menjadi berintegritas," jelas dia.

Melalui uji materi, MA diminta menyatakan Pasal 4 ayat (1) huruf f PKPU Nomor 9 tahun 2016 sepanjang frasa "terpidana karena kealpaan ringan (culpa levis), terpidana karena alasan politik, terpidana yang tidak menjalani pidana dalam penjara wajib secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan sedang menjalani pidana tidak dalam penjara;" bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada. Ma juga diminta memerintahkan KPU mencabut pasal 4 ayat (1) huruf f PKPU Nomor 9 tahun 2016.

Termohon pun meminta segara menyelesaikan uji materi ini. Hal ini Mlmengingat telah dekatnya proses penetapan calon kepala daerah pada 24 Oktober 2016 mendatang. (MTVN/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya