Damayanti Divonis 4.5 Tahun Penjara

Renatha Swasthy
26/9/2016 13:46
Damayanti Divonis 4.5 Tahun Penjara
(ANTARA/Sigid Kurniawan)

MANTAN anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti dihukum empat tahun dan enam bulan penjara denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Damayanti dinilai secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

"Menyatakan terdakwa Damayanti Wisnu Putranti telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan dan denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan," kata Ketua Hakim Sumpeno saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/9).

Damayanti dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaiman telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam pertimbangannya, hakim anggota Baslin Sinaga menuturkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama komisi V menyepakati RAPBN 2016 Rp148,41 triliun di mana Rp26 triliun usulan komisi V yang diperoleh dari kunjungan dewan. Setelah kesepakatan persetujuan dibawa ke Kemenkeu untuk dijadikan Dipa.

Bahwa sebelum adanya kesepakatan itu, diadakan rapat atau yang disebut rapat setengah kamar antara Pimpinan Komisi V, Kapoksi dan sejumlah pejabat PUPR. Dalam rapat itu disepakati dana aspirasi anggota komisi V yang berbeda-beda.

"Terdakwa mendapat Rp41 miliar untuk pekerjaan jalan Tuheru-Laimu dan Budi Supriyanto Rp50 miliar untuk rekonstruksi jalan Werinama-Laimu," beber Hakim Baslin.

Adapun selama pembahasan RAPBN 2016 selama September 2015-Oktober 2015, Damayanti melakukan pertemuan dengan pihak eksekutif, legislatif maupun pihak swasta. Pertemuan pertama di Le Meridien, dalam pertemuan Damayanti bertemu Kepala Balain Pelaksana Jalan Nasional IX Amran Hi Mustary.

Dalam pertemuan itu, Amran meminta supaya program aspirasi Damayanti ditaruh di Maluku. Amran juga meminta supaya Damayanti mengajak teman-temannya.

Selanjutnya diadakan rapat kembali, dalam rapat yang diadakan di Hotel Ambhara dihadiri Desi A Edwin, Julia Prasetyarini alias Uwi, Budi Supriyanto, Alamuddin Dimyati Rois, Fathan, Amran dan pejabat BPJN IX. Dalam pertemuan itu, Amran menyampaikan program aspirasi pelebaran jalan Toheru-Laimu dan rekonstruksi jalan Werinama-Laimu.

"Amran menyampaikan ada fee lima persen yang akan diberikan pada pengusul," beber Hakim Baslin.

Saat itu, kata Hakim Baslin, Damayanti sempat keberatan karena biasanya fee untuk Papua tujuh persen. Tapi kemudian, Amran mengatakan di Maluku tidak sebesar di Papua.

Usai kesepakatan itu, Damayanti dan Budi setuju untuk pengurusan fee akan dilakukan lewat Desi dan Uwi. Selanjutnya, Damayanti bersama Desi dan Uwi bertemu Amran, Fathan dan Alamuddin memperlihatkan aspirasi anggota DPR yang masuk.

Dalam daftar itu, nama Damayanti dan Budi masuk, sedang nama Alamuddin dan Fathan tidak masuk. Saat itu, Amran meminta keduanya menanyakan pada pejabat PUPR.

"Pada saat bersamaan Abdul Khoir Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama hadir dalam pertemuan, Amran mengatakan Abdul yang akan mengerjakan proyek dan bakal memberikan fee enam persen. Saat itu Amran meminta supaya fee diselesaikan lewat Desi dan Uwi dan masing-masing mendapat fee satu persen," beber Hakim Baslin.

Setelah mendapat kepastian RAPBN 2016, terdakwa memerintahkan Desi dan Uwi menagih realisasi fee milik terdakwa. Pada 25 November 2015, di restoran Mera Delima, Abdul Khoir menyerahkan uang SGD328 ribu. Duit diserahkan melalui Desi dan Uwi.

Adapun uang itu dibagi untuk Desi dan Uwi masing-masing SGD41,150. Sementara sisanya diberikan pada Damayanti.

Selanjutnya Abdul Khor juga meminta staf nya buat menyerahkan uang Rp1 miliar pada Damayanti dalam bentuk dollar Amerika. Duit diberikan untuk bantuan Pilkada Jawa Tengah.

"Desi dan Uwi kemudian menghubungi Abdul Khoir untuk menangih fee Budi Suproyanto. Selanjutnya Abdul Khoir menyerahkan SGD404 SGD, Desi lalu menyerahkan uang SGD305 ribu buat Budi sementara sisanya SGD99 ribu dibagi bertiga masing-masing SGD33 ribu," pungkas Baslin.

Adapun, Damayanti diberatkan karena perbuatannya bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi dan merusak demokrasi check and balance antara legislatif dan eksekutif sehingga sistem pengawasan dewan pada eksekutif pada pemerintah, telah terjadi konflik kepentingan.

Sementara, eks anggota PDIP itu diringankan karena sopan di persidangan dan mengakui perbuatannya, belum pernah dihukum, mengakui terus terang perbuatannya, berjasa sebagai wakil rakyat memperjuangkan program aspirasi di daerah pemilihannya dengan membuat sejumlah perbaikan infrastruktur serta memiliki tanggungan keluarga, sudah mengembalikam uang pada KPK. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya