Begini Kronologi Penangkapan Irman Gusman Versi sang Istri

Al Abrar
20/9/2016 21:53
Begini Kronologi Penangkapan Irman Gusman Versi sang Istri
(MI/PANCA SYURKANI)

ISTRI Irman Gusman, Liestyana Rizal Gusman, menceritakan kronologis penangkapan suaminya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Irman ditangkap lantaran diduga menerima suap sebesar Rp100 juta untuk memuluskan pengurusan kuota impor gula di Bulog untuk wilayah Sumatra Barat untuk 2016.

Sembari berlinang airmata, Lies--sapaan akrab Liestyana--mengisahkan peristiwa penangkapan Sabtu (17/9) dini hari di rumahnya itu. Kala itu, Lies usai menjalani salat isya. Ingat pintu kamar belum dikunci, Irman meminta dirinya untuk mengunci pintu.

"Begitu ke luar, di depan kamar saya di atas tangga lantai dua sudah ada orang KPK sembari teriak-teriak dan membawa kamera. Langsung bilang: Bapak kami tangkap! Bapak terima suap!" cerita Lies, saat jumpa pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/9).

Tidak terima dengan tuduhan KPK, Irman meminta penyidik KPK turun, untuk membicarakan perihal tuduhan KPK tersebut.

Di lantai bawah, ternyata sudah menunggu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto alias Tanto bersama istrinya Memei yang sudah ditangkap terlebih dahulu yang juga sebelumnya sudah bertandang ke rumah Irman.

"Waktu saya ke bawah ternyata tamu bapak tadi ada di bawah. Bu Memei. Kemudian KPK kembali tuduh bapak."

"Bapak kami tangkap karena bapak memberikan rekomendasi kuota gula kepada Ibu Memei. Dan bapak saya lihat bapak menerima barang suap dari Ibu Memei," kata Lies menirukan ucapan penyidik KPK.

Cerita pun berlanjut, ditemani Wakil Ketua DPR Fadli Zon, dan pimpinan DPD Gusti Ratu Kanjeng Hemas, Lies sesekali terisak mengusap airmatanya.

"Dia (KPK) kembali lagi ke Ibu Memei. Kamu kasih apa?" ucap Lies menirukan ucapan penyidik KPK ke Memei.

"Saya enggak ada suap-suap bapak (Irman). Saya cuman kasih oleh-oleh," jawab Memei saat itu.

Menurut Lies, KPK juga menghardik Irman lantaran telah menerima suap dengan memuluskan pengurusan kuota impor gula.

Saat itu pun, Irman memberikan keterangan bahwa dirinya adalah pebisnis yang juga wakil rakyat. Namun, KPK bersikeras bahwa sebagai pejabat publik dilarang menerima apa pun. Bahkan saat itu, ungkap Lies, KPK bernada tidak sopan.

"Bapak enggak boleh bantu orang ini, bapak korupsi," kata KPK.

Kemudian Lies ingat bahwa setiap penangkapan harus diringi surat resmi. Namun, KPK saat itu hanya menunjukkan surat penangkapan atas nama Tanto tertanggal 24 Juni 2016.

Tidak terima dengan surat itu, Lies berang, dan meminta agar hanya Tanto dan Memei yang digiring ke KPK. Kurang lebih 10-15 menit bersikeras dengan KPK, Tanto dibawa masuk.

"Dia (Tanto) balik dengan tangan kiri, dengan pongah, dengan tangan kiri ya, 'Mana uang yang saya kasih 100 juta buat beli mobil'," tanya Tanto.

Kemudian, Irman meminta bungkusan yang diberikan Memei kepada Irman tadi dikembalikan kepada Tanto.

"Saya agak kesal, saya lempar (bungkusan) itu," ujar Lies.

Kemudian, Lies meminta agar Irman menuruti permintaan KPK untuk digiring. Sebab saat itu KPK bersikeras jika tidak mau, maka Irman akan diborgol.

"Saya bilang, sudahlah pah. Bapak ikut saja, saya tunggu di sini," ucapnya.

Usai suaminya digiring penyidik, dia pun mencari tahu, lantaran KPK bisa memasuki rumahnya. Menurut satpam di rumahnya, KPK beralasan untuk menangkap Tanto yang sedang berada di dalam rumah Irman.

"Jadi mereka (KPK) memaksa masuk ke dalam. Mereka bilang, saya punya target di dalam namanya Tanto. Itu jelas sekali kepada penjaga," ungkap Lies.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang ikut mendampingi Lies mengatakan, cara yang dijalani KPK dalam menangkap Irman telah menyalahi prosedur dan tidak profesional. Apalagi saat itu, KPK tidak membawa surat penangkapan.

"Jadi ada sejumlah hal yang patut dipertanyakan, tapi melihat kronologi itu tak ada surat penugasan. Tamunya maksa ketemu. Tentu ini menjadi bahan yang perlu ditelusuri," kata Fadli.

Fadli meminta agar KPK beritndak adil dengan kasus-kasus yang lain, diharapkan cerita dari Lies menjadi bahan pertimbangan bagi publik agar tidak memandang sebelah mata kasus yang menrpa Irman.

"Kita tidak ingin KPK ini menjadi alat kekuasan, dan alat politik, kalau mau KPK juga membongkar kasus Century, BLBI dan Sumber Waras," ungkapnya. (MTVN/OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya