Ratusan Juta Mengalir ke Perwira Polri

Budi Ernanto
16/9/2016 06:55
Ratusan Juta Mengalir ke Perwira Polri
(ANTARA/Reno Esnir)

TIM Pencari Fakta (TPF) kasus Freddy Budiman, kemarin, merilis hasil temuan investigasi terkait dengan testimoni Freddy yang dirilis Koordinator Kontras Haris Azhar dalam artikel berjudul 'Cerita Busuk dari Seorang Bandit'.

Freddy, sebelum dieksekusi, menyatakan ada aparat Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang ikut terlibat dalam kejahatan.

Freddy, antara lain, mengaku menyetor Rp450 miliar ke aparat BNN dan Rp90 miliar ke pejabat Mabes Polri.

Dalam jumpa pers, TPF menyebutkan tidak ada aliran dana Rp90 miliar hasil perdagangan narkoba ke pejabat Polri.

Salah satu anggota TPF Hendardi menjelaskan kesimpulan itu didapat setelah TPF memeriksa video testimoni Freddy, laporan PPATK, dan keterangan 64 saksi.

Namun, menurut Hendardi, investigasi menemukan penyalahgunaan wewenang oleh perwira menengah Polri berinisial KPS.

KPS diduga memeras tersangka kasus narkoba bernama Akiong hingga Rp668 juta.

Modusnya ialah KPS mengambil uang dari rekening bank kemudian mentransfer ke money changer untuk ditukarkan.

Namun, transaksi dibatalkan dan ditariklah uang Rp668 juta.

Terkait dengan dugaan aliran dana Rp90 miliar, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menuturkan dari pleidoi Freddy juga tidak ditemukan informasi mengenai hal tersebut.

Pleidoi hanya mengatakan pembelaan normatif yang berisi permohonan pembebasan dari segala tuntutan.

"Freddy sendiri memang benar bertemu Koordinator Kontras Haris Azhar di Nusakambangan."

Anggota TPF lainnya, Effendi Gazali, mengatakan ada pula temuan jaksa yang meminta uang kepada orang yang disuruh Freddy mengaku bernama Rudy dengan imbalan pasal akan diubah.

Tak hanya uang, istri orang itu pun menemani karaoke jaksa tersebut.

"Orang ini namanya Teja, ada di LP Cipinang. Dia hanya satu kali diminta mengaku bernama Rudy oleh Freddy dan tidak dibela. Jaksa minta uang untuk mengubah pasal, tetapi tak ada uang sehingga dia dihukum mati," jelas Effendi.


Prematur

Saat menanggapi temuan TPF, Jaksa Agung M Prasetyo mengapresiasi tim bentukan Polri yang berusaha mengungkap kasus narkoba yang melibatkan Freddy Budiman.

Hingga saat ini, sepanjang diatur dalam UU, menurut dia, kejaksaan tetap akan bertindak tegas dengan menuntut hukuman paling tinggi terhadap pelaku, khususnya pengedar narkoba.

Karena itu, Kejaksaan Agung tidak segan-segan menindak dengan tegas dan tanpa pandang bulu jika ada aparat kejaksaan yang coba-coba dan terbukti bermain mata terkait dengan kasus Freddy sebagaimana ditengarai TPF.

Karena itu, Prasetyo meminta TPF memberikan fakta dan bukti menyangkut kasus tersebut sebagai dasar untuk menindak tegas kalau memang benar ada jaksa yang terlibat.

"Jangankan kasus narkoba, kasus lain pun jika ada jaksa yang nakal, kami telah tindak tegas berupa pemecatan."

Namun, Prasetyo menyesalkan pernyataan Effendi Gazali di forum jumpa pers TPF yang berisi tuduhan kejaksaan telah melakukan praktik 'tukar kepala' dan pemerasan dalam penanganan perkara yang berkaitan dengan jaringan Freddy Budiman.

"Tuduhan itu sangat prematur dan kebenarannya masih perlu dibuktikan."

Dalam kesempatan berbeda, anggota TPF Hendardi mengatakan pernyataan Effendi Gazali merupakan pernyataan pribadi.

TPF pun tidak menemukan aliran dana dari Freddy kepada jaksa.

Yang ada, menurut Hendardi, ialah seorang narapidana yang bercerita mengenai jaksa yang mencoba bermain dalam kasus lain.

"Akan tetapi, kasus jaksa tersebut belum dikonfirmasi."

Soal Haris yang dilaporkan oleh Polri, BNN, dan TNI ke Bareskrim Polri, TPF tidak menjelaskan seperti apa perkembangannya.

Hendardi menerangkan bahwa keputusan ada di tangan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian.

"Kasus Haris tidak masuk ke dalam rekomendasi yang kami berikan ke Polri," tandasnya. (RO/X-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya