Partai Baru Tidak Bisa Usung Capres

Nuriman Jayabuana
15/9/2016 14:57
Partai Baru Tidak Bisa Usung Capres
(Ilustrasi)

PEMERINTAH menutup kemungkinan bagi partai baru untuk mengusung calon presiden pada pilpres 2019. Pencalonan presiden bakal mengacu kepada partai peserta pemilu legislatif 2014 sebagai dasar pencalonan.

Ketentuan tersebut berlaku karena penyelenggaraan pilpres mendatang paralel dengan pemilu legislatif. Ketua Komisi Pemilihan Umum Juri Ardiantoro mengungkapkan dalam pertemuan dengan Presiden Rabu (14/9) membahas berbagai isu seputar pemilu mendatang.

Menurutnya, penyelenggaraan pileg yang bersamaan dengan pilpres memiliki imbas yang begitu kompleks. “Sistem pemilu nanti, pemerintah mengusulkan sistemnya proporsional terbatas. Memang keserentakan pemilu itu ada perdebatan panjang, karena juga menyangkut persyaratan calon presiden. Berarti, apakah parpol pengusung mengacu kepada peserta pileg 2014? Bila itu yang digunakan sebagai dasar pada pemilu 2019, bagaimana posisinya bagi parpol baru?,” ujar Juri di kompleks parlemen, Kamis (15/9).

Partai-partai baru yang belum berpartisipasi di dalam pileg 2014 dianggap belum punya dukungan suara di parlemen. Pemerintah sendiri masih membahas ambang batas partai politik dalam pencalonan presiden berkisar 20-25 persen kursi perlemen.

Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy ikut mengkritisi penyelenggaraan pilpres dan pileg yang bersamaan. Menurutnya penyelenggaran tersebut perlu dikaji kembali karena menutup peluang menjadikan perolehan suara di pileg sebagai acuan pencalonan di dalam pilpres.

“Kemudian kalau hasil pemilu 2014 digunakan sebagai acuan untuk pilpres 2019 apa itu fair? Mari itu kita perdalam secara hukum,” jelasnya.

Aktivis Perludem Sulistio memandang upaya tersebut bisa saja dilakukan untuk menyederhanakan sistem kepartaian. Sebab peningkatan ambang batas parlemen yang selalu dilakukan ia anggap nyatanya tidak efektif mengurangi jumlah partai.

Di samping itu, KPU bersama Presiden juga membahas upaya penajaman aspek penegakan hukum dan sengketa pemilu. “Salah satu masalah pemilu yang sudah diselenggarakan selama ini karena tidak terintegrasinya penegakan hukum,” ujar Juri.

Juri mengumpakamakan, begitu banyak institusi yang bisa menyelesaikan sengketa perkara yang sama tapi dengan hasil yang berbeda beda. “Sengketa pemilu itu misalnya sekarang bisa dibawa dan diputus ke PTUN DKPP Panwas. Tapi mana yang sebenarnya bisa dijaikan pegangan? Sangat penting untuk mempetajam aspek penegakan hukum pemilu,” tegasnya.

Juri menambahkan ppemerintah juga mendorong penggunaan teknologi dan informasi di dalam penyelenggaraan pemilu 2019. “Tapi menurut kami itu membutuhkan waktu yang panjang dalam persiapannya. Bukan hanya dari aspek infrastrukturnya tapu juga bagaimana kesiapan masyarakat dan penyelenggara. Bagi kami, itu belum perlu diterapkan pada 2019 mendatang tapi memang sudah harus sudah mulai dipersiapkan,” katanya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya