Doddy Aryanto Dibui 4 Tahun

ERANDHI HUTOMO SAPUTRA
15/9/2016 06:50
Doddy Aryanto Dibui 4 Tahun
(MI/ADAM DWI)

DODDY Aryanto Supeno divonis empat tahun penjara karena terbukti memberikan Rp150 juta kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.

Doddy juga dibebani denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan.

Vonis itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa KPK selama lima tahun penjara.

Seusai mendengar putusan itu, Doddy akan menggunakan waktu selama tujuh hari untuk menentukan apakah akan mengajukan banding atau tidak.

Waktu untuk pikir-pikir itu juga dinyatakan jaksa KPK.

"Yang Mulia, saya pikir-pikir dulu," kata Doddy singkat.

Ketua majelis hakim Sumpeno, dalam pertimbangan, menilai Doddy tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Selain itu, Doddy tidak jujur terkait dengan pemberian Rp150 juta kepada Edy Nasution.

Doddy terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam sidang tipikor di Jakarta, kemarin, majelis hakim menolak alasan Doddy yang tidak mengakui pemberian Rp100 juta soal penundaan sidang teguran (aanmaning) perkara yang sedang ditanganinya.

Majelis hakim berpendapat pemberian Rp100 juta itu terkait dengan penundaan aanmaning dan bukan untuk membayar pengacara seperti yang disampaikan Direktur PT MTP Rudi Nanggulagi saat menjadi saksi.

"Uang Rp100 juta untuk fee pengacara harus dikesampingkan karena tidak pernah dibicarakan antara Wresti Kristian Hesti (rekan Doddy) dengan Edy Nasution," kata anggota majelis hakim Tuti.

Selain itu, majelis hakim menolak alasan Doddy yang menyatakan pemberian Rp50 juta merupakan hadiah pernikahan anak Edy Nasution yang diberikan Presiden Direktur PT Paramount Ervan Adi Nugroho.

Majelis berkeyakinan uang itu diberikan agar peninjauan kembali (PK) kasus yang ditanganinya diterima meski telah melewati batas pengajuan.

Berdasarkan fakta hukum sebelum berkas PK dikirim, Edy Nasution pernah dihubungi mantan Sekretaris MA Nurhadi agar berkas perkara itu segera dikirim ke MA.

Uang Rp50 juta itu, menurut majelis, juga berkaitan dengan pembatalan eksekusi lahan milik PT Paramount di Gading Serpong, Tangerang.


Tidak jelas

Di sidang Edy Nasution itu, kuasa hukum ahli waris Tan Hok Tjioe, Supramono, menyatakan pihaknya sebagai pemilik sah tanah di Gading Serpong sesuai putusan Raad van Justitie (PN Jakpus era Belanda) Nomor 232/1937 yang saat ini dikuasai PT Paramount.

Meski sudah mengajukan permintaan eksekusi pada 2013, hingga 2015 eksekusi lahan 75 hektare itu belum juga dilakukan sehingga ia meminta eksekusi lanjutan ke PN Jakpus pada Februari 2015.

Saat itu, Panitera PN Jakpus dijabat Edy Nasution.

Supramono mengaku beberapa kali menemui Edy untuk menanyakan perihal eksekusi lanjutan, tetapi Edy selalu menjawab eksekusi sulit dilakukan dan perlu penelitian mendalam.

Sebagaimana dakwaan KPK, ternyata kasus eksekusi lahan itu berbau suap karena Edy diduga menerima Rp1,5 miliar dari Eddy Sindoro agar lahan itu tidak dieksekusi.

Uang Rp1,5 miliar itu merupakan hasil negosiasi akhir dari permintaan awal Nurhadi untuk membiayai kejuaraan tenis nasional senilai Rp3 miliar.

"Jawabannya (Edy Nasution) kasusnya ruwet, lama, dan akan diteliti tim, belum diberikan jawaban sampai saat ini," jelas Supramono. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya