BIN Harus Kedepankan Pendekatan Sipil

Christian Dior Simbolon
09/9/2016 19:29
BIN Harus Kedepankan Pendekatan Sipil
(MI/SUSANTO)

BADAN Intelijen Negara (BIN) harus hadir di tengah-tengah masyarakat. Pasalnya, ancaman negara saat ini bersifat multidimensi dan berciri asimetris. Karena itu, pendekatan sipil akan lebih efektif bagi lembaga telik sandi seperti BIN.

"BIN harus dekat dengan rakyat. Kedekatan itu tidak perlu harus terbuka, tapi rakyat harus sumber informasi intelijen utama BIN. Jadi potensi ancaman apa pun yang muncul, BIN bisa mudah mengantisipasi. Pendekatan sipil mesti diutamakan," ujar pengamat intelijen Wawan Purwanto dalam diskusi di Kantor Para Syndicate, Jakarta, Jumat (9/9).

Salah satu tantangan terbesar BIN, menurut Wawan, ialah mengantisipasi proxy war. Dalam proxy war, musuh negara tidak hanya negara lain saja, tapi juga kelompok teroris dan bahkan musuh-musuh dari dalam negeri. Penguasaan informasi teknologi menjadi kunci memenangi proxy war.

"Tidak hanya beli alat canggih saja. Yang paling penting ialah the man behind the gun. Pembinaan harus dilakukan terus-menerus agar agen-agen BIN mampu beradaptasi dengan dinamika ancaman yang terus berubah. Perang kini bergerak ke ranah digital. Ini yang harus diwaspadai," ujarnya.

Diakui Wawan, tidak mudah melahirkan agen-agen intelijen yang mumpuni. Bisa dibilang pembinaan terhadap agen-agen intelijen harus terus dilakukan selama agen-agen intelijen masih aktif.

Peneliti Para Syndicate Fahri Huseinsyah sepakat BIN harus lebih mengedepankan pendekatan sipil. "Kedekatan dengan rakyat akan memudahkan BIN memainkan peran deteksi dini serta mencegah ancaman baik dari dalam maupun luar," ujarnya.

Tidak kalah penting, lanjut Fahri, ialah perubahan pola rekrutmen BIN. Sebagai mata dan telinga Presiden, agen-agen BIN harus ada di semua lini masyarakat. Karena itu, BIN harus 'menanam orang' di setiap instansi dan institusi.

"Rekrutmen tidak cukup hanya dari STIN (Sekolah Tinggi Intelijen Negara), militer atau dari instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan saja. BIN bisa juga merekrut cendekiawan, akademisi dan bahkan pengusaha. Ini perlu dilakukan untuk memudahkan BIN memeroleh informasi dari kalangan sipil," katanya.

Peneliti LIPI Hermawan Sulistyo menyarankan agar BIN memperkuat fungsi intelijen ekonomi. Di era pasar global, kepemilikan data intelijen di bidang ekonomi menjadi kunci memenangkan persaingan. Terlebih, Indonesia saat ini telah menjadi bagian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

"Bukan hanya fokus di politik dan sosial saja. Ekonomi juga harus jadi perhatian lembaga intelijen. Jangan sampai negara dibanjiri produk-produk asing tanpa mampu bertarung. Untuk bisa bersaing, kita tentu harus mengetahui secara pasti kemampuan masing-masing negara," ujar Hermawan. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya