Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan kasus korupsi Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, dengan memeriksa Direktur Utama PT Bosasi Pratama, Andi Uci Abdul Hakim.
Hal itu diduga untuk menelisik keterlibatan perusahaan tersebut atas izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
"Pemeriksaan (Andi Uci) untuk mengonfirmasi keterlibatan saksi pada perkara dengan tersangka NA (Nur Alam)," terang Pelaksana Tugas Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (8/9).
Lebih lanjut, Yuyuk menerangkan, KPK ingin meminta keterangan soal bagaimana cara mendapatkan izin usaha perusahaan yang sempat berurusan terkena perkara illegal mining itu.
"Juga untuk dimintai keterangan peran perusahaannya dan dia (Andi Uci) dalam peran pada perusahaan terkait perkara," tukasnya.
Pada perkara ini, KPK juga telah memeriksa pemilik PT Blly Indonesia dan PT Anugrah Harisma Barakah, Emi Sukiati Lasmon, dan Direktur PT Billy Indonesia, Widi Aswindi. KPK juga telah lakukan penggeledahan di perusahaan tersebut yang berada di kawasan Pluit, Jakarta Utara.
Berdasarkan penelusuran Media Indonesia, Nur Alam dalam menjalankan aksinya dibantu mantan orang nomor satu di Bank Indonesia (BI) Sultra. Sehingga transaksi yang terjadi diduga dari suap pengusaha yang telah diberikan izin Nur Alam menjadi rumit.
Tidak hanya itu, perkara yang bermula dari Laporan Hasil Analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2014 lalu terdapat aliran dana ke politisi dan birokrat yang harus diungkap KPK supaya tuntas.
Selain itu, KPK juga masih memiliki pekerjaan rumah karena Nur Alam hanya 1 dari 10 kepala daerah yang diduga ditemukan PPATK memiliki transaksi triliunan rupiah.
Pada Selasa (23/8), Nur Alam yang merupakan kader PAN ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi terkait dengan izin tambang di Sultra selama lima tahun pada periode 2009-2014.
Dengan imbalan uang dalam jumlah besar, ia diduga mengeluarkan surat keputusan (SK) yang mengatur persetujuan pencadangan wilayah pertambangan dan persetujuan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi.
Ada pula SK persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah selaku perusahaan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana. SK dikeluarkan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Ganarsih, mengatakan, uang yang telah diberikan pengusaha tambang kepada Nur Alam sejak 2009 pasti telah terjadi TPPU. Oleh sebab itu, dugaan pencucian uang Nur Alam patut dibongkar.
"Fit back (suap) sejak 2009 sampai 2014 atas izin itu baik berupa uangnya atau apapun yang diterima diapakan? Nah itu TPPU, tidak mungkin uang yang diterima sejak 2009 tidak dimanfaatkan atau dinikmati. Maka, KPK harus menjerat dan mencari sekarang aliran dana hasil korupsinya itu," paparnya.
KPK akan mudah melacak aliran dana hasil dugaan tindak pidana korupsi Nur Alam, lanjut dia, karena perkara itu diungkap dengan bantuan data dari PPATK. "Maka kita dorong KPK jangan ragu mentersangkakan TPPU (Nur Alam) sejak sekarang," tukasnya. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved