Tidak Jadikan Sudung Tersangka, Pimpinan KPK akan Diperiksa Komite Etik

Wanda Indana
08/9/2016 12:22
Tidak Jadikan Sudung Tersangka, Pimpinan KPK akan Diperiksa Komite Etik
(Abdullah Hehamahua.--MI/M Irfan)

PIMPINAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam diperiksa Komite Etik. Mereka dianggap melanggar kode etik karena mengabaikan keputusan hakim Tipikor yang menyebut Kajati DKI Sudung Situmorang dan Aspidus Kejati DKI Tomo Sitepu terlibat kasus suap oleh petinggi PT Brantas Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno melalui perantara Marudut Pakpahan.

Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua mengatakan apabila majelis hakim telah menetapkan seseorang terlibat dalam satu kasus otomatis penyidik KPK harus segera menindaklanjuti.

"Jika ada unsur kesengajaan (mengabaikan putusan pengadilan) baik oleh deputi maupun komisioner maka dapat dibentuk Komite Etik KPK untuk memeriksa komisioner yang membiarkan hal tersebut," kata Abdullah saat dikonfirmasi, Kamis (8/9).

Menurut Abdullah, memang tidak semua penyidik KPK mengetahui setiap putusan pengadilan. Kesigapan pimpinan dan Deputi Penindakan KPK diperlukan buat memutuskan tindak lanjut setiap putusan pengadilan.

"Persoalannya apakah penyidik masih memprosesnya atau penyidik yang tidak tahu hal tersebut. Di sinilah diperlukan kecepatan tindak Deputi Penindakan dan Komisioner KPK," terang dia.

Menurut Abdullah, tindak lanjut proses hukum kepada Sudung dan Tomo bisa menimbulkan persepsi negatif masyarakat kepada KPK. Salah satunya dilontarkan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang menilai KPK mulai 'membandel'.

"Imbauan saya, baik komisioner maupun deputi segera memproses (putusan pengadilan) sesuai ketentuan yang ada. Jika tidak, masyarakat akan berkesimpulan seperti anggapan Megawati bahwa KPK sekarang sudah bermain politik," kata Abdullah.

Hingga saat ini, KPK diketahui belum menetapkan tersangka terduga penerima suap meskipun penyuap sudah dijatuhi hukuman oleh Majelis Hakim Tipikor. Hal itu bisa menimbulkan spekulasi beragam.

"Kalau ada deal dalam penanganan kasus korupsi, hal itu tidak saja melanggar kode etik, bahkan merupakan tidak pidana," kata Abdullah.

Sudi dan Dandung ditangkap KPK di sebuah hotel bilangan Cawang, Jakarta Timur, pada 31 Maret. Saat ditangkap, Sudi dan Dandung baru saja menyerahkan uang ke Marudut. Tim Satuan Tugas KPK mengamankan fulus US$148.835 yang terdiri dari berbagai pecahan dalam transaksi haram itu.

Marudut disebut sebagai perantara suap ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Tujuannya, agar Kejaksaan menghentikan penyelidikan perkara penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas Abipraya. Uang belum sampai ke kejaksaan, ketiganya sudah ditangkap.

Sudi dan Dandung dijatuhi hukuman pidana berdasarkan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.?

Sudi divonis tiga tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan. Sementara Dandung divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan. (MTVN/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya