Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
DUA teman mantan anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti, Julia Prasetyarini alias Uwi dan Dessy Ariyati Edwin divonis masing-masing empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Majelis berkeyakinan Julia dan Dessy terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan beberapa kali. Keduanya dinilai terbukti menerima uang dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir terkait proyek jalan di Maluku.
"Mengadili, menyatakan para terdakwa Dessy dan Julia terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan beberapa kali. Menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim Didik Riyono Putro saat membaca putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/9).
Hukuman yang dijatuhkan tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yang menuntut keduanya masing-masing lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam putusannya, Dessy dan Julia terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupai jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Saat membaca pertimbangan, anggota majelis hakim Muhammad Idris mengatakan, terkait realisasi proyek ijon pembangunan jalan di Maluku dari dana aspirasi, Khoir menyiapkan uang S$328 ribu yang diserahkan kepada Dessy, Uwi, dan Damayanti di Restoran Meradelima, Jakarta. Uang tersebut sebagai fee pembangunan jalan Tehoru-Laimu dari dana aspirasi Damayanti dengan nilai kegiatan Rp41 miliar. Uang tersebut dibagi-bagi sehingga Dessy dan Julia menerima masing-masing S$41.150.
Tidak hanya itu, terkait fee senilai S$404.000 milik anggota Komisi V Budi Supriyanto yang diurus keduanya, Dessy dan Julia menerima bagian masing-masing S$33 ribu.
"Perbuatan terdakwa menerima uang S$41.150 dari dana aspirasi Damayanti, menerima SGD33 ribu dari saksi Abdul Khoir untuk program aspirasi Budi Supriyanto serta menerima Rp100 juta sisa kampanye Wali Kota Semarang serta calon Bupati dan Wakil Bupati Kendal telah terbukti sah menerima hadiah atau janji," tukas hakim Idris.
Dalam pertimbangan yang meringankan, majelis hakim setuju dengan status justice collaborator yang diberikan KPK kepada Dessy dan Julia.
Majelis hakim sependapat jika keduanya bukan sebagai pelaku utama dalam kasus itu. Dessy dan Julia, lanjut hakim Idris, hanya bertindak sebagai perantara suap serta bersedia membantu membongkar kasus korupsi tersebut.
"Maka majelis hakim berpendapat penetapan Dessy A. Edwin sebagai justice collaborator adalah tepat dan dapat dijadikan pedoman oleh hakim untuk menjatuhkan pidana," tegas Idris.
Adapun dalam pertimbangan yang memberatkan, Dessy dan Julia dinilai tidak mendukung program pemerintah yang tengah giat dalam pemberantasan korupsi.
Menanggapi putusan tersebut, Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir. Di lain sisi, Dessy yang terlihat tegar, berbeda dengan Julia yang menangis haru, juga menyatakan pikir-pikir.
"Majelis Yang Mulia saya menyatakan pikir-pikir," ucap Julia terbata-bata.
Dalam sidang lain, Damayanti yang membaca pembelaan (pledoi) atas tuntutan 6 tahun terhadapnya meminta maaf kepada konstituennya di Dapil Jateng IX karena terlibat dalam kasus tersebut.
Untuk membalas kesalahannya, Damayanti meminta majelis hakim tidak mengabulkan tuntutan Jaksa yang meminta hak politik dirinya dicabut.
"Karena setelah saya keluar saya ingin tetap mengabdi pada masyarakat, berbakti pada bangsa dan negara," ucapnya sembari mengusap air mata.
Selain itu, ia meminta majelis hakim untuk memutus seringan-ringannya karena ia masih memiliki anak-anak yang masih kecil. Sehingga, dirinya bisa berkumpul dengan keluarganya secepatnya.
Damayanti menilai selama ini dirinya hanya menjadi korban dari sistem permainan politik di Komisi V DPR. Ia pun berani menyampaikan sejujurnya meski selama ini kerap mendapat tekanan dan ancaman.
"Saya adalah korban dari sistem yang ada selama ini, saya baru setahun jadi anggota DPR, saya tidak tahu permainan politik di DPR," tutup Damayanti yang meminta majelis hakim juga mengabulkan status Justice Collaborator yang diberikan KPK.(OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved