Siti Berkukuh Proses Hukum Penyanderaan

Richaldo Y Hariandja
07/9/2016 06:42
Siti Berkukuh Proses Hukum  Penyanderaan
()

IBARAT sekali layar terkembang pantang surut ke belakang, itulah sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait dengan kasus penyanderaan yang dialami tujuh polisi hutan dan penyidik KLHK di kawasan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) di Rokan Hulu, Riau, akhir pekan lalu.

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyatakan pihaknya sedang mengumpulkan data dan akan membawa kasus itu ke ranah hukum.

Dia mengaku kasus pembakaran hutan dan lahan (karhutla) yang dilakukan masyarakat pada umumnya dimobilisasi pemodal.
“Saya akan melaporkan kepada menko polhukam. Presiden juga sudah tahu soal ini (penyanderaan),” kata Siti dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, kemarin.

Siti menegaskan akan tetap menyidik sesuai dengan kapasitas yang dimiliki KLHK. Selain kasus penyanderaan, kata dia, didapati pula bukti pembakaran hutan, permasalahan izin, dan perambahan hutan di kawasan tersebut. “Soal itu (pembakaran mengatasnamakan masyarakat) di Riau merupakan cerita empiris di kementerian ini. Ini juga saya temukan di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sumatra Utara. Cerita yang sama persis,” ucap Siti.

Dalam jumpa pers, Siti didampingi Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan kasus penyanderaan itu merupakan aksi spontan karena masyarakat menginginkan kasus karhutla di lahan mereka ditangani secara seimbang (Media Indonesia, 6/9).

Rasio Ridho Sani menemukan indikasi penyanderaan tersebut dilakukan kelompok masyarakat yang berkaitan dengan PT APSL.
“Kami sedang menyelidiki kasus karhutla. Mereka tidak akan menyandera pihak kami kalau tidak ada kaitannya,” ucapnya.

Meskipun demikian, pria yang akrab disapa Roy tersebut tidak melihat indikasi keterlibatan aparat dalam penyanderaan itu. Untuk proses pembebasan, pihaknya bahkan meminta langsung bantuan kepada aparat. “Ibu menteri langsung mengontak Dansatgas Karhutla Riau,” terang Roy.

Bantah menyandera
Terkait dengan hal itu, warga Desa Bonai, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, yang terhimpun dalam kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) pun meminta maaf kepada Menteri LHK Siti Nurbaya. “Kami tidak pernah menyandera. Kami juga tidak disuruh perusahaan. Ini merupakan inisiatif masyarakat karena itu tanah kami. Kami bersumpah demi Allah tidak pernah mengancam membunuh, menghapus foto-foto penyidik KLHK, dan mencabut segel plang,” ungkap Wakil Ketua KTNA Jefriman di Pekanbaru, kemarin.

Kapolres Rokan Hulu AKB Yusuf Rahmanto, saat dihubungi secara terpisah, menyatakan masih perlu pembuktian untuk dugaan mobilisasi masyarakat oleh APSL. Menurut dia, lahan yang diberi papan peringatan dan penyegelan oleh KLHK merupakan lahan masyarakat adat yang bekerja sama dengan APSL. “Mereka merasa terintimidasi ketika tidak boleh melakukan kegiatan di lahan mereka. Apinya (karhutla) menurut mereka berasal dari luar lahan mereka,” terang Yusuf. (Cah/RK/X-6)

richaldo@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya