Indikasi Kuat Penyanderaan Tim KLHK Dilakukan Perusahaan

Richaldo Y Hariandja
06/9/2016 22:05
Indikasi Kuat Penyanderaan Tim KLHK Dilakukan Perusahaan
(istimewa)

KASUS penyanderaan tujuh orang dari tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang terdiri atas Polisi Hutan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di kawasan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) di Rokan Hulu (Rohul), Riau, masih akan diselidiki dan dipelajari sebelum berujung pada pengajuan kasus ke ranah pengadilan.

KLHK menemukan indikasi penyanderaan tersebut dilakukan kelompok masyarakat yang berkaitan dengan PT APSL tersebut.

"Kami sedang melakukan upaya untuk penyelidikan di kasus karhutla (kebakaran hutan dan lahan). Mereka tidak akan menyandera kami kalau tidak ada kaitannya," ujar Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (6/9).

Meski demikian, dikatakan pria yang akrab disapa Roy itu, KLHK tidak melihat indikasi terlibatnya aparat dalam penyanderaan tersebut. Bahkan, untuk proses pembebasan, dirinya meminta langsung kepada aparat untuk membantu.

"Ibu Menteri langsung mengontak Dansatgas Karhutla Riau," terang Roy.

Indikasi terlibatnya PT APSL dalam penyanderaan tersebut juga dinilai Roy terlihat dari permintaan para penyandera yang berdasarkan keterangan PT APSL merupakan kelompok tani yang dipekerjakan mereka untuk menghapus bukti dan temuan dari tim.

Situasi tersebut, lanjut Roy, merupakan tindakan yang dapat dipidanakan karena mengganggu kerja tim yang sudah dijamin undang-undang.

"Setiap pengekana hukum pasti ujunganya ke pengadilan, silakan mereka (PT APSL) membantah, tapi kami bekerja dalam koridor hukum," imbuh Roy.

Sementara itu, Kapolres Rokan Hulu Yusuf Rahmanto saat dihubungi secara terpisah menyatakan masih perlu pembuktian untuk dugaan mobilisasi masyarakat oleh APSL. Namun, dia meminta kepada KLHK untuk memberikan keterangan pasti untuk membawa hal tersebut ke ranah hukum atau tidak melanjutkan kasus tersebut.

Menurut dia, lahan yang diberikan papan peringatan dan penyegelan oleh KLHK merupakan lahan dari masayarakat adat yang bekerja sama dengan APSL.

"Oleh karena itu mereka merasa terintimidasi ketika tidak boleh melakukan kegiatan di lahan mereka yang menurut mereka apinya berasal dari luar tersebut," terang Yusuf.

Dikatakan Yusuf, lokasi tersebut merupakan wilayah dari tanah ulayat milik suku Domo, Melayu, dan Mandailing. Ketiga suku tersebut bermitra dengan PT APSL untuk mengelola lahan mereka karena tidak memiliki dana untuk pengelolaan.

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar yang turut hadir dalam konferensi pers menyatakan kasus pembakaran yang dilakukan masyarakat pada umumnya dilakukan dan dimobilisasi oleh pemodal. Menurut Menteri Siti, hal tersebut kerap ditemui di beberapa daerah.

"Soal itu (pembakaran mengatasnamakan masyarakat) di Riau, merupakan cerita empirik di kementerian ini. Ini juga saya temukan di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sumatra Utara, cerita yang sama persis," ucap dia.

Oleh karena itu, lanjut Siti, hal yang terpenting dalam hal ini ialah melakukan pengumpulan data dan akan akan mengajukan kasus penyanderaan tersebut ke ranah hukum jika diperlukan. Pasalnya, kondisi ini dapat berlangsung secara nasional jika tidak ada langkah pasti dalam penindakan.

"Saya akan berkoordinasi dan lakukan pelaporan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Presiden juga sudah tahu soal ini (penyanderaan)," imbuh Siti.

Meskipun belum ada langkah resmi terkait pengajuan kasus tersebut ke ranah hukum, Siti menerangkan akan menjalankan penyidikan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki KLHK. Pasalnya, selain kasus penyanderaan, didapatkan pula bukti kebakaran hutan, permasalahan izin, dan perambahan hutan di kawasan tersebut. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya