Vonis Ariesman Pintu Masuk Kembangkan Kasus Suap Reklamasi

Antara
01/9/2016 23:02
Vonis Ariesman Pintu Masuk Kembangkan Kasus Suap Reklamasi
(ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

VONIS bagi mantan Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja dinilai dapat menjadi dasar untuk mengembangkan pihak lain yang terlibat dari sisi penerima maupun pemberi suap terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).

"Hakim memberikan kesempatan, ada sinyal hakim memberikan kesempatan dan bisa dikonfirmasi ke pertemuan dengan anggota DPRD di PIK (Pantai Indah Kapuk), sebenarnya itu titik menarik bagi kami dan akan kami diskusikan," kata Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri seusai sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (1/9).

Pada hari ini, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Ariesman dan asisten pribadinya bernama Trinanda Prihantoro terbukti menyuap mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).

Ariesman divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan sedangkan Trinanda divonis 2,5 tahun ditambah denda sebesar Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan.

Meski dalam tuntutan jaksa menyatakan ada peran pendiri Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan sebagai orang yang akan memberikan dana sebesar Rp2,5 miliar berdasarkan sadapan percakapan antara Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPR Mohamad Taufik dan Mohamad Sanusi, hakim tidak menyebutkan nama Aguan dalam analisanya.

Hakim hanya menyatakan ada pertemuan di rumah Aguan di Pantai Indah Kapuk yang dihadiri oleh Mohamad Taufik, Mohamad Sanusi, Ketua DPRD Prasetyo Edy Marsudi, anggota Balegda Mohamad Sangaji alias Ongen Sangaji dan Ketua Fraksi PKS Selamat Nurdin dan Ariesman Widjaja pada Desember 2015.

"Yang jelas ada fakta hukum di perkara Ariesman yang menyebutkan ada pertemuan di rumah Aguan yang dihadiri oleh Prasetyo dan anggota DPRD lainnya, itu kan sesuai dengan surat dakwaan kami. Dalam perkara ini kan pemberi yang kami dakwakan, kami juga mencoba dari fakta-fakta hukum apakah ada yang bisa menyambung dengan yang lain, saat ini kan kita masih titik-titik apakah nanti tindak lanjut seperti apa kami penuntut umum belum bisa menentukan," tambah Ali.

Kesempatan untuk mengembangkan perkara ini menurut Ali juga didukung dengan putusan yang menyatakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Direktur Utama PT Kapuk Naga Indah Budi Nurwono tetap berlaku meski Budi mencabut BAP itu dengan mengirim surat dari Singapura.

"Hal menarik kedua, hakim sependapat dengan kami tentang pencabutan BAP, karena penasihat hukum menyatakan pencabutan itu sah tapi hakim sependapat dengan kami bahwa pencabutan tidak sah, maka dari titik itu nanti dapat dikembangkan," ungkap jaksa Ali.

Pada sidang 3 Agustus 2016, JPU KPK membacakan BAP Budi Nurwono yang diperiksa pada 14 April 2016. Dalam BAP itu Budi mengungkapkan ada pertemuan di rumah pendiri Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan di Pantai Indah Kapuk pada Januari 2016 dan Aguan menyanggupi permintaan Rp50 miliar dari anggota DPRD DKI Jakarta. Namun, BAP itu menurut jaksa diminta dicabut Budi dari Singapura.

"Mengenai pencabutan keterangan Budi Nurwono yang pernah disampaikan kepada penyidik KPK di bawah sumpah dan dari kejauhan dicabut keterangannya dan dibacakan oleh penuntut umum, perihal pencabutan itu ada perbedaan persepsi antara penuntut umum dan penasihat hukum yang menurut penasihat hukum pengakuan yang diberikan di luar sidang secara a contrario (menurut pengingkaran) asal diberikan alasan yang kuat bisa dicabut," kata anggota Majelis Hakim Anwar. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya