Penegak Hukum Bantah Kinerja Turun

Golda Eksa
30/8/2016 06:40
Penegak Hukum Bantah Kinerja Turun
(MI/Galih Pradipta)

PENEGAK hukum menampik kajian yang menyebut bahwa kinerja mereka menurun dalam menangani kasus korupsi, salah satunya karena minimnya anggaran penindakan.

Menurut kajian ICW, kinerja aparat penegak hukum dalam perkara korupsi menurun pada semester I 2016.

Tren itu tampak dari berkurangnya kasus yang masuk ke tahap penyidik-an, jumlah tersangka, dan nilai kerugian negara.

Pada semester pertama tahun ini ada 500 tersangka dari 210 kasus dengan kerugian negara Rp890 miliar.

Padahal pada periode yang sama di 2015, terdapat 585 tersangka dari 299 kasus dengan kerugian negara Rp3,9 triliun.

Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto menyatakan banyaknya kasus yang belum tuntas bukan lantaran disengaja, melainkan karena sejumlah faktor teknis.

"Tunggakan kasus itu kan memang terus ada. Hanya saja kalau bulan ini atau tahun ini tidak selesai, ya kita pastikan periode berikutnya harus tuntas," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Terkait dengan minimnya anggar-an yang oleh ICW disebut sebagai salah satu penyebab menurunnya kinerja penegak hukum, Ari Dono mengatakan pada prinsipnya Korps Bhayangkara patuh pada kebijakan pemerintah yang memangkas anggaran di kementerian/lembaga.

Polri juga terus menyiasati minimnya anggaran, antara lain dengan meminta keterangan kepada saksi atas sebuah perkara lewat surat.

"Cara lama boros di ongkos dan hanya cukup untuk satu saksi per hari, apalagi sampai berlama-lama di kantor polisi," tutur Ari Dono.

Kabiro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Agus Rianto menekankan, kinerja penegak hukum tidak semata bisa diukur dari jumlah kasus yang ditangani dan jumlah tersangka.

Senada, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Mohammad Rum yang dihubungi terpisah menjelaskan Korps Adhyaksa tetap memproses seluruh perkara.

Namun, klasifikasi jenis kasuslah yang menjadi faktor pembeda durasi penyelesaian.

"Itu bukan tunggakan, melainkan ada tahapan proses, sedang running. Soal anggaran terbatas, kita tetap patuh pada pemerintah, dan penanganannya disesuaikan dengan keadaan," ujarnya.

Ia menyebutkan banyak kasus korupsi yang ditangani kejaksaan. Contohnya, 401 kejaksaan negeri dan 72 cabang kejaksaan negeri di seluruh Tanah Air wajib menangani minimal satu perkara korupsi per tahun, mulai tahap penyelidikan hingga pelimpahan ke pengadilan.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Syarif menjelaskan karakter perkara korupsi yang berbeda tingkat kesulitannya menjadi penyebab munculnya kesan lamban dalam kinerja.

Namun, yang pasti KPK terus berusaha menuntaskan setiap perkara yang ditangani.

"Kasus-kasus yang sudah dalam penyidikan pasti dilimpahkan, tak mungkin dihentikan. Karakteristik kasus-kasus berbeda saja.''


Jangan dibalik

Wapres Jusuf Kalla menilai menurunnya jumlah kasus dan tersangka justru menunjukkan KPK, Polri, dan Kejagung telah bekerja baik dalam memberantas korupsi.

"Hasil kerja keras itulah yang menyebabkan korupsi menurun. Jadi, mereka berhasil, jangan dibalik. Jangan dianggap kurangnya laporan orang dihukum atau ditangkap menyebabkan pemberantasan korupsi tidak jalan," ucap Wapres.

Anggota Komisi III DPR dari Partai NasDem Taufiqulhadi juga menganggap berkurangnya jumlah kasus dan tersangka korupsi bukan berarti menunjukkan penurunan kinerja penegak hukum.

"Kuantitas memang menurun, tapi kualitas kasus yang ditangani makin meningkat, lebih rumit," tukasnya. (Nic/Deo/Kim/Pol/X-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya