Kasus Nur Alam Jadi Pintu Masuk

Cahya Mulyana
28/8/2016 09:52
Kasus Nur Alam Jadi Pintu Masuk
(Dok. MI/Immanuel Antonius)

KOMISI Pembe­rantasan Korupsi (KPK) didesak untuk serius me­ngusut kepala daerah yang diduga menjadi pemilik transaksi mencurigakan (rekening gendut) sebagaimana dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Seharusnya seluruh kepala daerah pemilik reke­ning gendut itu ditindaklanjuti KPK. Kalau dibiarkan untuk, apa PPATK capek-capek menganalisis dan menyebut adanya rekening mencurigakan,” tutur pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih, di Jakarta, kemarin.

Selama ini PPATK telah beberapa kali melaporkan transaksi mencurigakan kepala daerah, baik yang masih aktif maupun yang telah lengser, melalui laporan hasil analisis (LHA) kepada KPK dan Kejaksaan Agung. Data tersebut, kata Yenti, patut dijadikan petunjuk untuk melakukan penyelidikan seperti yang telah dilaksanakan KPK terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

“Tentu dengan LHA itu ada informasi data PPATK yang dikirim ke penyidik untuk didalami dan dijadikan bukti dan petunjuk. Melalui data itu, diharapkan akan terungkap uang dalam rekening itu berasal dari mana dan ke mana saja,” kata Yenti.

Pada 2 Desember 2014, Ketua PPATK Muhammad Yusuf menyerahkan 10 nama kepala daerah yang diduga menjadi pemilik rekening bermasalah kepada Kejagung. “Ada kasus yang cukup besar, baik dari jumlah transaksi uang maupun orang yang terindikasi terlibat,” kata Yusuf ketika itu. Namun, pihak PPATK dan Kejagung tidak membuka informasi terkait dengan kepala daerah mana saja yang terdeteksi memiliki transaksi tidak wajar itu.

Sementara itu, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai penetapan Nur Alam sebagai tersangka harus bisa menjadi pintu masuk bagi KPK untuk menyasar korporasi sebagai pelaku korupsi di sektor pertambangan. Peneliti Jatam, Ki Bagus Hadi Kusuma, menilai KPK selama ini belum berfokus pada korupsi pertamba­ngan. Hal itu tampak dari belum berhasilnya upaya penertiban 3.000 izin usaha pertambangan (IUP).

Karena itu, lanjut dia, korupsi yang diduga dilakukan Nur Alam, sebesar US$4,5 juta, harus memantik KPK untuk membongkar korupsi pertambangan secara menyeluruh. Nur Alam diduga menerima suap dari pengusaha tambang di Hong Kong, PT Rich Corp International LTD, yang terafiliasi dengan PT Billy Indonesia.

Laporan rahasia
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, meng­ungkapkan, selain fokus mengungkap pihak yang terlibat dalam korupsi Nur Alam, KPK juga mendalami laporan PPATK yang bersifat rahasia. Untuk itu, KPK akan berkoordinasi dengan Kejagung.

“Iya dong pasti KPK koordinasi dengan pihak kejaksaan, tidak hanya sebatas pada kasus ini, tetapi juga yang lain. Namun, yang perlu dipastikan apakah info yang disampaikan PPATK itu sama dengan aksus yang saat ini KPK tangani,” ujarnya.

Menurutnya, kasus Nur Alam diungkap KPK dari hasil dari laporan masyarakat, berbeda dengan yang kasus yang sebelumnya ditangani kejaksaan. Pada kasus yang ditangani KPK saat ini, Nur Alam diduga melakukan pelanggaran dalam hal penerbitan IUP terhadap PT Anugerah Harisma Barakah.

“Penerbitan izin itu bertentangan dengan aturan hukum kita,” jelasnya. (P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya