Nur Alam Dibantu Mantan Pejabat BI

Cahya Mulyana
26/8/2016 06:10
Nur Alam Dibantu Mantan Pejabat BI
(ANTARA/Jojon)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji mengusut tuntas seluruh pihak yang telah menikmati dan membantu dugaan korupsi Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam.

Yang unik dari perkara ini, Nur Alam memanfaatkan jasa mantan Kepala Bank Indonesia Kendari sehingga transaksi yang dilakukan menjadi rumit.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan di Jakarta, kemarin, pihaknya telah mengetahui para pihak yang membantu Nur Alam dalam transaksi dan mengalirkan uang suap dari korporasi pertambangan.

Menurutnya, hal itu akan diungkap bersamaan dengan penyidikan tersangka.

"Ditunggu saja perkembangannya," ujarnya singkat.

Berdasarkan penelusuran Media Indonesia, Nur Alam dibantu mantan orang nomor satu di BI Kendari, Lawang Siagian.

Karena itu, transaksi suap dari pengusaha yang telah diberikan izin pertambangan menjadi rumit.

Terkait dengan dugaan keterlibatan Lawang, pihak BI belum mau berkomentar.

"Saya mohon maaf belum bisa memberikan tanggapan, belum ada info kepada saya," tutur Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara melalui pesan singkat.

Ia juga enggan menjelaskan status kepegawaian yang bersangkutan saat ini.

Dalam perkara yang bermula dari laporan hasil Analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2014 lalu itu terdapat pula aliran dana ke politisi dan birokrat.

Elite partai politik disebut-sebut ikut menjadi penikmat uang haram tersebut.

KPK juga masih memiliki pekerjaan rumah karena Nur Alam hanya 1 dari 10 kepala daerah yang berdasarkan temuan PPATK memiliki transaksi mencurigakan triliunan rupiah.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menegaskan siapa pun yang menerima aliran dana Nur Alam akan diusut dan ditindak, tak peduli meski mereka pejabat atau mantan pejabat.

KPK telah mengantongi nama-nama yang diduga terlibat. Namun, Basaria enggan menjelaskannya.

"Mereka pada serakah aja," katanya.

Pada Selasa (23/8), Nur Alam yang merupakan kader Partai Amanat Nasional (PAN) ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi terkait dengan izin tambang di Sultra selama lima tahun pada periode 2009-2014.

Ia antara lain menerbitkan surat keputusan persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah selaku perusahaan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana.

SK itu menyalahi aturan yang berlaku.


Mudah dilacak

Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU), Yenti Ganarsih, mengatakan telah terjadi TPPU dalam kasus Nur Alam.

"Fit back (suap) sejak 2009 sampai 2014 baik berupa uangnya atau apa pun yang diterima diapakan? Nah, itu TPPU, tidak mungkin uang yang diterima sejak 2009 tidak dimanfaatkan atau dinikmati. Maka, KPK harus menjerat dan mencari sekarang aliran dana hasil korupsinya itu."

KPK, tutur Yenti, semestinya mudah melacak aliran dana Nur Alam karena kasus itu diungkap dengan bantuan data dari PPATK.

Mendagri Tjahjo Kumolo yakin KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka dengan bukti kuat.

Namun, ia meminta semua pihak tetap menjunjung asas praduga tak bersalah.

Terkait penyimpangan di sektor pertambangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membenarkan masih banyak izin usaha pertambangan (IUP) mineral dan batu bara (minerba) di daerah yang bermasalah.

Selain adanya otonomi daerah yang diperkuat dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemimpin daerah memang memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin.

Sekjen Kementerian ESDM Teguh Pamudji menandaskan pihaknya terus berupaya menertibkan IUP yang bermasalah.

"Semangat Kementerian ESDM dengan KPK termasuk pemerintah daerah untuk menertibkan IUP sudah dimulai sejak 2015 lalu. Cuman, setelah ada UU No 23/2014 itu, kan jadinya pemerintah pusat tunggu rekomendasi dari gubernur terkait daftar IUP yang bermasalah." (Gol/Fat/Tes/X-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya