DPR Tunda Persetujuan Perppu Perlindungan Anak

Indriyani Astuti
23/8/2016 20:47
DPR Tunda Persetujuan Perppu Perlindungan Anak
(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

PERATURAN Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak belum dapat disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Penundaan persetujuan Perppu diputuskan saat pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna DPR, Selasa (23/8). Alasannya, DPR masih akan meminta penjelasalan lebih lanjut dari pemerintah, khususnya mengenai substansi yang dianggap masih menimbulkan pro dan kontra.

"Kita berikan kesempatan pemerintah untuk melengkapi hasil bahasan. Kita beri kesempatan pemerintah untuk menjelaskan. Saya yakin tidak ada yang tidak setuju dalam rapat paripurna yang akan datang," ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan seusai Rapat Paripurna, Selasa.

Taufik menambahkan, ditundanya Perppu bukan berarti partai-partai di DPR tidak mendukung upaya pemerintah menanggulangi kejahatan seksual terhadap anak. Hanya saja, aturan yang dirumuskan harus jelas.

Saat pandangan mini fraksi dalam paripurna, tiga fraksi yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Gerindra menyatakan menolak Perppu disahkan menjadi UU. Fraksi Gerindra menganggap implementasi hukuman kebiri dan pemasangan cip pada pelaku kejahatan seksual belum jelas.

"Hukuman kebiri dilakukan saat terpidana selesai menjalani hukuman pokok artinya setelah keluar lembaga permasyarakatan. Apakah pelaku ditempatkan dulu di pusat rehabilitasi? Siapa eksekutor kebiri dan bagaimana dosisnya?" cetus anggota Komisi VIII Fraksi Partai Gerindra Rahayu Saraswati.

Selain menyoroti substansi Perppu, Gerindra menganggap penerapan hukuman kebiri kimia tidak menjamin kejahatan seksual terhadap anak berkurang. Di samping itu, lanjut Rahayu, pelaku fedofilia dapat saja melakukan kekerasan seksual dalam bentuk lain untuk memuaskan dirinya, walaupun sudah dikebiri secara kimia.

"DPR sebaiknya jangan buat keputusan yang gegabah agar penyelesaiannya solutif," tandasnya.

Sementara, Fraksi PKS dan PAN menyatakan pendapat berbeda. Mereka tidak ingin proses pengesahan Perppu menjadi UU cacat prosedur. Anggota Komisi VIII dari Fraksi PKS Ledia Hanifa mengatakan ada proses yang dilanggar dalam pengajuan Perppu. Perppu sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 25 Mei 2016 dan diajukan ke pada masa sidang ke-V DPR Juni 2016. Seharusnya Perppu dibahas pada masa sidang ke VI.

"Masa sidang V DPR diawali 17 Mei 2016 dan dilanjutkan sampai akhir 28 Juli. Masa sidang selanjutnya diawali 16 Agustus 2016. Perppu harusnya dibahas pada masa sidang selanjutnya. Kami sampaikan belum dapat menyetujui Perppu karena prosesnya," terang Ledia.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Yohana Yembise mengatakan pihaknya menghormati keputusan dewan.

"Wajar, kebanyakan fraksi udah diskusi bersama mereka minta tunda. Kami akan sabar dan ikuti pertimbangan untuk kembali lagi," ujarnya.

Kendati demikian, pemerintah mendesak supaya Perppu segera disahkan oleh DPR sehingga dapat diimplementasikan secepatnya. "Tolong dipercepat supaya bisa ambil tindakan, lalu sosialisasi karena ini tuntutan anak-anak seluruh Indonesia," tegas Yohana.

Menurut dia, kementerian terkait juga telah membuat draf Peraturan Pemerintah (PP) yang didalamnya mengatur secara khusus mengenai pelaksanaan secara teknis dari Perppu.

"Rancangan PP sudah dibuat. Itu revisi kedua, jadi tugas kami sudah dilaksanakan tinggal menunggu pengesahan. Lalu akan lakukan sosialisasi," tutupnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya