Menkum dan HAM Isyaratkan Lanjutkan Penghapusan JC

Erandhi Hutomo Saputra
21/8/2016 20:15
Menkum dan HAM Isyaratkan Lanjutkan Penghapusan JC
(ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

MESKI Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengancam untuk keluar dari pembahasan jika syarat justice collaborator (JC) untuk mendapat remisi dihapus dalm revisi PP 99/2012, namun Kementerian Hukum dan HAM mengisyaratkan akan tetap kukuh untuk menghapus syarat JC dan menghargai sikap KPK.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tetap berpandangan jika yang dilakukannya memperbaiki sistim pemberian remisi agar tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak diskriminatif antar sesama napi tipikor, serta meneguhkan sistim peradilan tindak pidana terpadu secara baik.

“Kami menghargai masukan dari KPK,” ujar Yasonna kepada Media Indonesia saat dihubungi Minggu, (21/8).

Yasonna menilai, pemberantasan korupsi sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan melakukan penindakan namun juga harus dilakukan dalam segi pencegahan dengan penataan tata kelola pemerintahan yang baik, memperbaiki integritas serta moralitas aparat negara. Ia pun berpendapat, seharusnya KPK menerapkan tindak pidana pencucian uang dengan maksimal jika ingin pemberantasan korupsi secara utuh

“Pemberantasan korupsi tidak hanya pada proses di hilir, tetapi juga di hulu. Saya berpendapat TPPU yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi perlu diterapkan secara serius,” tukasnya

Yasonna sepakat jika harus ada perbedaan dalam pemberian remisi terhadap napi korupsi ,teroris dan bandar narkoba, namun tidak harus dengan membatasi pemberian remisi yang mensyaratkan adanya JC.

“Filosofi lembaga pemasyarakatan adalah pembinaan, rehabilitasi, persiapan untuk reintegrasi sosial, hukuman hanya bersifat kehilangan kemerdekaan dan terpidana tetap berhak mendapat remisi,” kata Yasonna yang menyebut usulan revisi PP 99 telah dilakukan dengan matang dengan melakukan FGD diseluruh Provinsi.

Sebelumnya KPK menilai menghapus syarat justice collaborator dengan mendasarkan pada minimnya kapasitas lembaga pemasyarakatan (LP) sangat naif. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan alasan tersebut tidak bisa diterima, sebab tidak ada benang merah antara penghapusan syarat remisi kepada para koruptor dan fasilitas yang seharusnya dipenuhi negara.

“Alasannya overcapacity? Itu bukan sesuatu yang tepat (untuk menghapus syarat justice collaborator). Kalau LP penuh, ya, bangun LP lagi. Kita harus sadari akar permasalah­annya,” kata Agus. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya