Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
KOMISI Pemilihan Umum diminta untuk mengoreksi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2016 yang mengatur tentang pilkada di daerah khusus, yakni Aceh, DKI Jakarta, Papua, dan Papua Barat.
Pasalnya, ada pasal yang dinilai bertentangan dengan UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Hal itu mencuat dalam rapat dengar pendapat antara KPU, Komisi II DPR, dan pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Anggota Komisi II dari F-PDIP Tagori Abu Bakar mengatakan UUD 1945 menjamin hak dan kedaulat-an warga negara.
"Tapi yang disebut dalam PKPU Nomor 16/2016 sudah melanggar hak warga negara untuk menjadi kepala daerah," tegasnya.
Pasal 12 poin (b) PKPU tersebut pada intinya menyatakan syarat untuk menjadi calon kepala daerah di Aceh ialah orang asli Aceh.
Ketentuan itu bertentangan dengan Pasal 67 ayat (2) poin (a) UU Pemerintahan Aceh yang menyatakan calon kepala daerah di Aceh ialah warga negara Republik Indonesia.
"Jadi, PKPU itu jelas bertentangan dengan UU dan menutup peluang WNI bukan orang asli Aceh untuk menjadi kepala daerah di Aceh," tegas Tagori.
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono pun meminta PKPU itu direvisi.
"Itu harus kita koreksi. Itulah pentingnya konsultasi. Jadi yang betul ialah WNI, enggak ada orang asli Aceh. Harus koreksi itu. PKPU tidak boleh membuat norma baru," tuturnya.
Sesuai kanun
Ketua KPU Juri Ardiantoro menjelaskan UU Pilkada mengatur bahwa terhadap daerah yang mempunyai UU khusus, sepanjang berbeda dengan UU Pilkada, pihaknya (KPU) mengikuti UU khusus.
"Memang terkait orang asli Aceh itu tidak ada di UU khusus, tapi ada di kanun. Kanun kan semacam peraturan atau penjelasan dari UU yang dikeluarkan DPR dan pemda Aceh. Tentu kami akan perhatikan, apakah keharusan orang asli Aceh itu akan dipertahankan di PKPU atau kita hapus," jelasnya.
Saat ditanya lebih lanjut mengapa KPU mengikuti kanun ketimbang UU, Juri menyatakan ada aspirasi dari DPR dan pemda Aceh terkait hal itu.
"Ada aspirasi di dalam proses penyusunan peraturan karena itu juga hukum positif. Tapi (kanun) kedudukannya di bawah UU, tentu akan di-review kalau itu bertentangan," terangnya.
Di sisi lain, parpol dan elite politik harus mendengarkan suara rakyat dalam memilih kepala daerah.
Jika berseberangan dengan pilihan rakyat, parpol bakal ditinggalkan konstituen.
Apalagi, pemilih kian cerdas dan tidak lagi mudah tertipu oleh pencitraan.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk Pilkada Serentak, Calon Kepala Daerah Pilihan Elite atau Pilihan Rakyat, yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Politikus Agun Gunanjar Sudarsa dari Golkar, Maruarar Sirait dari PDIP, dan Syarif Abdullah Alkadrie dari NasDem, serta Direktur Indo Baro-meter M Qadari menjadi pembicara.
"Misalnya di Jakarta, rakyat sudah cerdas. Enggak bisa menang hanya modal pencitraan. Enggak bisa lagi mengatakan sesuatu yang enggak objektif dan berharap publik bisa menerima," ujar Maruarar. (Deo/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved