Menyemai Benih Toleransi

GOLDA EKSA
16/8/2016 09:51
Menyemai Benih Toleransi
(MI/Ramdani)

PENYEMAIAN benih radikalisme dan upaya pembaiatan lebih mudah dilakukan melalui media online atau daring.Persoalan tersebut dapat dicegah apabila orangtua dan guru aktif mengawasi perilaku anak didik.

“Kenapa? Karena penyebaran paham radikalisme sekarang ini menggunakan IT (informasi dan teknologi), online, dan perlu kontrol ketat,“ kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius kepada Media Indonesia di Jakarta, Kamis (11/8).

Suhardi menjelaskan pihak sekolah juga harus mewaspadai kegiatan ekstrakulikuler yang sifatnya eksklusif dan tertutup. Perhatikan perilaku setiap siswa, khususnya yang kerap menyendiri dan enggan berkomunikasi.

“Oleh sebab itu, orangtua harus bisa kontrol, termasuk dalam hal pelajaran.Tindakan ini sangat penting agar nanti tidak timbul penyesalan, mengeluh karena anaknya sudah terpapar radikalisme,“ cetusnya.

Mengenai efektivitas program deradikalisasi, lanjut dia, itu hanya dapat direalisasikan apabila seluruh kementerian dan instansi terkait ikut menyosialisasikannya. Keterlibatan itu harus dipandang sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.

Ia menambahkan anak-anak kelompok teroris atau dari keluarga mantan pelaku jangan dimarginalkan. Mereka perlu didekati agar tidak ikut berubah menjadi pengikut paham radikal yang pada akhirnya menjauhi lingkungan sekolah maupun tempat tinggalnya.

“Kalau itu tersentuh, pasti akan ada sisi humanis dan nuraninya. Yang paling penting ialah peran dari Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memverifikasi setiap situs berisi paham radikal. Kalau perlu sampaikan situsnya ke masyarakat agar hati-hati,“ terang dia.

Paling efektif
Direktur Pencegahan BNPT Hamidin menambahkan konsep deradikalisasi di Indonesia merupakan yang paling efektif ketimbang konsep serupa yang diterapkan di negara lain.

Ada dua konsep deradikalisasi.Pertama, mereduksi atau menghilangkan sama sekali paham radikal. Sasaran pencegahan, antara lain, mereka yang berada di dalam dan luar lembaga pemasyarakatan, keluarga teroris, serta keluarga mantan teroris yang berpotensi menjadi radikal.

“Pelaku dalam deradikalisasi ini ialah orang yang memiliki pendekatan ideologis dan bisa mendekati kelompok itu. Artinya orang yang ilmu agamanya harus lebih tinggi agar bisa didengar mereka,” ujarnya.

Konsep berikutnya disebut dengan istilah insider atau mantan pelaku yang sudah sadar dan kembali digunakan untuk mereduksi radikalisme di komunitasnya. Cara seperti ini diharapkan bisa mengubah kognisi supaya mereka insaf dan menyadari kekeliruan tindakannya.

“Kalau tidak bisa mengubah kognisi itu, minimal kita bisa memisahkan mereka atau disengagement sehingga meski ideologinya keras, mereka tidak mau melakukan kekerasan lagi,“ tutup Hamidin.Prinsip kemajemukan Radikalisme terkait pula dengan menurunnya nilai kebangsaan dalam sebuah keberagaman. Untuk itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan sudah sepatutnya Indonesia merefl eksikan kembali prinsip kemajemukan ke depan.

“Harus kita akui bersama proses liberalisasi merupakan warna yang tak terhindarkan di dalam kehidupan yang selalu dinamis. Namun, harus diakui, perlahan itu membawa dampak penurunan bagi nilai kebangsaan.

Akibatnya muncul berbagai distorsi dan penyimpangan,” kata dia.

Menurutnya, negara merancang sistem yang mampu mengasah jiwa kenegarawanan. Ujungnya, setiap warga negara dapat melihat keberagaman sebagai sebuah identitas.

Ia menambahkan Islam pada dasarnya mengajarkan prinsip yang sejalan dengan demokrasi. Syariat Islam bisa terus berjalan beriringan dengan dinamika demokrasi.

“Muhammadiyah melihat Indonesia bisa mengedepankan prinsip Islam yang berkemajuan di dalam demokrasi.

Bukan hanya untuk menjadi negara yang damai, melainkan juga toleran dan juga berkemajuan.” Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan sesama manusia begitu mudah berbenturan karena adanya kepentingan yang bersumber dari hawa nafsu yang tidak terkendalikan.

Menurut dia, keberadaan NU sangat penting dalam menjaga keharmonisan antarumat beragama. Ia pun mengingatkan semua warga NU agar tetap menjunjung rasa toleransi dan saling menghargai atas perbedaan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Jay/Pol/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya