Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MAHKAMAH Agung segera merampungkan peraturan untuk menjerat korporasi secara pidana dalam menyikapi makin maraknya tindak kejahatan korupsi.
Peraturan itu ditargetkan rampung Agustus ini.
"Di dalam peraturan MA itu diatur mekanismenya bahwa korporasi bisa kena pidana. Kalau proses perdata kan sekarang juga memang sudah bisa, nah ini untuk pidana korporasi," ujar hakim agung Artidjo Alkostar pada diskusi 70 Tahun Penegakan Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, kemarin.
Menurutnya, salah satu kendala penegakan hukum di Indonesia selama ini ialah belum adanya wadah pidana korporasi.
"KUHP belum mewadahi banyak proses penegakan hukum, termasuk bagaimana menyeret koporasi ke pengadilan."
Artidjo mencontohkan, pada surat dakwaan peradilan menspesifikasi terdakwa dengan mengharuskan penyertaan nama, umur, dan jenis kelamin.
"Pertanyaannya, bagaimana surat dakwaan itu dibuat untuk korporasi, kan tidak ada jenis kelaminnya," tukasnya.
Untuk mengatasi kekurangan itu, MA bersama penegak hukum lain, yakni KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung, merumuskan peraturan.
Dengan begitu, ada pedoman yang jelas bagi aparat penegak hukum untuk menjerat kejahatan korporasi.
"Kasihan negara ini kalau banyak yang masih kebal hukum karena banyak orang di dalam penjara masih leluasa mengendalikan korporasi," tandas Artidjo yang dalam putusan kasasi kerap memperberat hukuman bagi terpidana korupsi.
Ia menegaskan, negara ini tak boleh sedikit pun memberikan toleransi kepada para koruptor yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat.
"Jangan sampai korupsi terus menggerogoti bangsa ini."
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyerukan perlunya penegak hukum menyelaraskan tata cara pemidanaan korporasi yang tersangkut korupsi sebab hampir 90% kasus korupsi terjadi karena kolaborasi antara pelaku usaha dan penguasa.
Perkuat KY
Hakim agung Gayus Lumbuun yang juga menjadi pembicara dalam seminar di UI, kemarin, menyoroti skandal dagang perkara di pengadilan yang belakangan terbongkar.
Skandal itu juga menyeret nama Nurhadi Abdurrachman, mantan Sekretaris MA yang disebut-sebut sebagai promotor pengurusan perkara.
Menurut Gayus, fenomena memprihatinkan itu perlu disikapi dengan memperkuat fungsi pengawasan terhadap hakim.
"Kalau usulan saya, memang perlu penguatan Komisi Yudisial secara struktural."
Senada, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie juga menilai penguatan fungsi KY sangat diperlukan untuk menata kembali administrasi peradilan.
Ia mengatakan MA terlalu berat menanggung beban urusan administrasi sehingga sudah semestinya dialihkan ke KY.
"Jadi MA tetap independen. Urusan menangani administrasi keuangan dan sebagainya dipindahkan ke KY. Nggak usahlah hakim ngurusin proyek tender-tender, segala macam iblis banyaklah di situ," kata Jimly. (X-9)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved