Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) berang mendengar wacana pemberian remisi kepada narapidana korupsi dengan menghapus syarat justice collabolator (JC).
"Ya jangan lah syarat JC dihapus (melalui Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan)," tegas Ketua KPK Agus Rahardjo saat ditemui saat menghadiri sebuah diskusi di gedung Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, Rabu (10/8).
Agus menegaskan, KPK sejak 2003 ingin menghadirkan efek jera terhadap pelaku dan efek pencegahan kepada seluruh kalangan untuk melakukan korupsi. Salah satunya dengan cara penghukuman yang berlapis terhadap pelaku maling uang rakyat seperti tidak diberikan potongan masa tahanan atau remisi.
Ia menyatakan, memberikan remisi kepada pelaku korupsi dengan cara menghapuskan syarat JC merupakan wacana bertentangan dengan berdirinya KPK. "Sebab kita (KPK) ingin memberikan efek jera. Bahkan kita sedang berpikir selain hukuman badan kita ingin kerugian negara dikembalikan ada denda itu kita terapkan," ujarnya.
Menurutnya tidak ada tawar-menawar terhadap pelaku pelanggaran pidana luar biasa itu. Maka KPK berharap pemerintah mengurungkan niat mengistimewakan koruptor dengan tetap menerapkan ketentuan JC. "Iya kalo koruptor harapan kami jangan ada remisi lah," harapnya.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif juga tak setuju dengan rencana penghapusan syarat JC tersebut. Sebab wacana yang katanya didasarkan pada otoritas lembaga pemasyarakatan dalam pemberian hak remisi itu dapat menghambat pemberantasan korupsi.
"Jika demikian bunyinya akan makin susah menimbulkan deterent effect dan pada saat yang sama akan menyusahkan polisi, KPK, dan jaksa dalam menyelidiki kasus korupsi. Karena JC tidak dijadikan lagi syarat untuk mendapatkan remisi," katanya saat dihubungi Rabu (5/8).
Syarif menyatakan syarat JC hal mutlak diterapkan sebab bisa memberikan efek psikis juga memberantas korupsi secara tuntas. "Maka kalau dari visi KPK untuk terpidana korupsi sebaiknya ada syarat JC," tukasnya.
Pihak yang menggulirkan wacana penghapusan JC yaitu Kementetian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengaku masih menimbang dan mempelajari wacana itu dalam pembahasan draf revisi PP nomor 99 tahun 2012. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, mengatakan pemerintah belum memutuskan JC untuk dihapus. "Soal JC masih dalam pembahasan," singkatnya.
Alasan Kemenkum dan HAM hilangkan syarat JC diterangkan oleh Kasubdit Komunikasi DItjen Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM Akbar Hadi. Ia mengatakan upaya memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana khusus seharusnya selesai di proses peradilan.
"Kalau bisa penjeraan itu cukup di pengadilan, ketika dia ditangkap dan diberi hukuman. Kalau dia koruptor, teroris, atau bandar narkotika dan terbukti berikan hukuman setinggi-tingginya di situ. Hukuman seumur hidup atau pemiskinan misalnya. Biar jera tujuh turunan," ujar Akbar.
Menurutnya, tidak tepat jika seorang napi tidak diberi kesempatan untuk memperbaiki diri ketika di dalam lapas dengan menutup kemungkinan dia menerima revisi. Hal ini ibaratnya bentuk pemidanaan lain.
"Sistem permasyarakatan itu kan pembinaan. Ketika harus menjerakan lagi di lapas itu tidak sesuai dengan semangat pembinaan. Tidak tepat ketika sudah divonis, dipidana lagi. Harus diberikan kesempatan bagi dia untuk bersikap baik dengan harapan dia mendapat remisi," jelas dia.
Karena itu, Hadi mengatakan, Kemenkum HAM mendorong adanya revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan atau PP Pengetatan Remisi. "Pasalnya, peraturan ini membatasi pemberian remisi kepada napi tindak pidana khusus dan secara langsung mengakibatkan kelebihan kapasitas di lapas," tukasnya. (X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved