Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah tengah menggodok RUU tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019. Usulan RUU hasil pembahasan di tingkat kementerian itu telah disampaikan ke Sekretariat Negara.
"Sekarang sudah kita kirim ke Menko Polhukam, ke Setneg, dan Seskab. Kita tunggu saja kelanjutannya," ungkap Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Ia menargetkan, pada awal 2017, RUU Pilpres sudah selesai dibahas bersama DPR. Pemerintah bertekad memulai pembahasan pada September tahun ini. "Masih ada tenggang sampai 2019. Tapi kan komisioner KPU harus diganti dulu. Dari panselnya sudah kami siapkan. Anggota pansel akan diputuskan Presiden," jelasnya.
Saat ditanya apa saja poin krusial dalam RUU tersebut, Tjahjo belum menyebutkan secara rinci karena belum diputuskan dalam rapat kabinet. Namun, menurutnya, akan ada sejumlah alternatif termasuk soal sistem proporsional terbuka maupun tertutup dan soal pencalonan.
"Permasalahan calon tunggal juga kita antisipasi untuk calon presiden. Dulu, pilkada kan tidak pernah muncul pemikiran soal calon tunggal, sehingga harus berpolemik panjang sampai MK yang memutuskan. Nah, ini untuk antisipasi (pilpres). Pokoknya semua usul ada alternatif 1, 2, dan 3," pungkasnya.
Sebelumnya, ketika permasalahan calon tunggal dalam pilkada mencuat, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan pemerintah tidak hanya memikirkan soal solusi calon tunggal pilkada, tetapi juga dalam pilpres mendatang.
"Yang harus dipikirkan di kemudian hari bukan hanya calon tunggal di pilkada, melainkan ada kemungkinan juga calon tunggal di pilpres. Kalau presiden dicintai rakyat, orang akan berpikir juga (untuk maju) daripada buang-buang energi," jelasnya.
Untuk itu, kata politikus PDIP itu, revisi Undang-Undang Pilpres menjadi salah satu opsi pemecahan masalah. Revisi tersebut harus sinergis dengan keputusan Mahkamah Konstitusi tentang calon tunggal dalam pilkada.
Ketentuan mengenai pelaksanaan pilkada yang harus diikuti lebih dari satu pasangan calon diujimaterikan pakar komunikasi politik, Effendi Gazali, ke MK. Menurut Effendi, ketentuan minimal dua pasangan calon yang diatur dalam UU No 8/2015 tentang Pilkada tidak memiliki kepastian hukum.
Effendi menilai aturan tersebut cenderung diskriminatif dan bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 I ayat (2), dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Gugatan tersebut dikabulkan MK sehingga pilkada dapat diikuti pasangan calon tunggal. Keputusan itu berlaku dalam pilkada serentak 2015. (Nov/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved