PPATK Siap Usut Aliran Dana ke BNN-Polri

Erandhi Hutomo Saputra
01/8/2016 10:58
PPATK Siap Usut Aliran Dana ke BNN-Polri
(Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso.--MI/Rommy Pujianto)

KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri aliran dana dari terpidana mati Freddy Budiman kepada aparat di BNN dan Polri.

"Itu (pengusutan PPATK) salah satunya," ujar Kepala Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras Putri Kanesia di Kantor YLBHI Jakarta, kemarin.

Dari testimoni yang ditulis Koordinator Kontras Haris Azhar di media sosial terungkap bahwa Freddy telah memberikan uang kepada petugas di BNN Rp450 miliar dan Polri Rp90 miliar sebagai pelicin agar Freddy leluasa memasok narkoba dari Tiongkok.

Menurut Putri, kasus Freddy merupakan rahasia umum dan banyak kasus bandar narkoba lain yang juga diperas aparat penegak hukum. Putri menyebut duo Bali Nine yang dieksekusi pada gelombang dua mengutarakan dimintai hakim uang agar tidak dihukum mati.

Selain itu, terpidana mati yang dieksekusi dalam tahap ketiga, Michael Titus Igweh, mengaku dipaksa untuk memberikan uang jika tidak ingin dieksekusi mati.

"Ini sudah rahasia umum. Seharusnya pemerintah jangan reaktif dengan apa yang diungkapkan Haris. Sebaiknya mengecek apakah informasi itu benar atau tidak. Jangan sampai masyarakat ke depan jadi takut untuk melapor ketika punya info keterlibatan aparat negara," jelas Putri.

Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengaku siap menelusuri dugaan aliran dana dari Freddy kepada petinggi Polri dan BNN ketika ada laporan yang masuk serta permintaan dari aparat penegak hukum baik Polri maupun BNN.

"PPATK menerima pengaduan masyarakat atau juga inquiry (permintaan pendalaman data) dari penegak hukum. PPATK pernah menelusuri aliran dana mantan Kasat Narkoba Polres Pelabuhan Belawan yang diduga menerima aliran dana dari bandar narkoba Togiman alias Toni," ujarnya.

Silakan diuji
Di tempat yang sama, Haris mengaku telah berdiskusi dengan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafly Amar terkait dengan testimoninya. "Saya juga sampaikan ke Boy apa yang saya berikan dan silakan diuji oleh aparat penegak hukum," kata Haris.

Tidak diungkapnya kasus itu ke publik pada 2014, kata Haris, disebabkan saat itu dirinya masih disibukkan pemilu presiden dan kasus hukum yang melibatkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya memutuskan memublikasikan tulisan ini untuk menyampaikan pesan bahwa jika pemerintah mengeksekusi orang ini, pemerintah akan menghilangkan seseorang dengan keterangan signifikan untuk membongkar kejahatan pejabat institusi negara dan ratusan miliar uang untuk suap-menyuap," tutur Haris

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyatakan kebenaran tulisan Haris Azhar perlu dibuktikan secara hukum. Namun, itu sulit dilakukan karena Freddy sudah divonis mati.

"Tentu secara hukum sulit untuk dilanjutkan dan dibenarkan (tulisan tersebut). Tetapi paling tidak, salah satu hal yang benar ialah kita wajib melakukan suatu perbaikan dalam sistem penanggulangan narkoba ini," kata Wiranto saat dihubungi dari Jakarta,

Panglima ABRI periode 1998-1999 itu berjanji menjadikan pengakuan itu sebagai bahan introspeksi dan perbaikan bagi aparat penegak hukum. (Nic/Mal/Ant/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya