DPR Minta RUU Terorisme Ditarik

Indriyani Astuti
01/8/2016 09:58
DPR Minta RUU Terorisme Ditarik
()

PEMERINTAH dipandang belum satu suara soal pelibatan me­nyusul polemik terkait pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme. Untuk itu draf revisi Undang-Undang 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teroris­me ditarik kembali oleh pemerintah untuk dimatangkan.

Hal itu disampaikan anggota Pansus revisi UU Terorisme dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani saat dihubungi, kemarin.

Alasannya belum ada ke­sepahaman yang utuh mengenai pelibatan TNI, apakah hanya perbantuan atau aktif terlibat. “Tentu kita akan tanyakan kepada pemerintah, mengapa dalam soal pelibatan TNI ini kesannya pemerintah tidak satu suara di ruang publik. Caranya menawarkan agar pemerintah menarik kembali RUU dan mengajukan kembali dengan satu sudut pandang,” ujar Arsul.

PPP meminta bukan DPR yang mengembalikan draf itu, melainkan ditarik oleh pemerintah mengingat RUU Terorisme ialah usulan inisiatif pemerintah. “Kita sih inginnnya jangan DPR yang bersikap mengembalikan draf,” imbuh Sekjen PPP itu.

Selain itu, tujuannya juga untuk memperbaiki substansi rancangan UU Antiterorisme. Menurutnya, pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme tidak boleh menggeser paradigma pemberantasan teroris­me sebagai proses peradilan pidana menjadi pendekatan perang.

Sejauh ini, draf RUU Antiterorisme sudah masuk DPR beserta surat presiden (surpres) yang ditindaklanjuti DPR dengan membentuk pansus yang terdiri atas Komisi I dan III. Saat ini pansus dalam tahap meminta masukan tokoh, akademisi, TNI, dan Polri.

Tripartit
Anggota Pansus dari F-PDIP TB Hasanudin menganggap draf yang diserahkan pemerintah belum final karena masih ada polemik mengenai peran TNI dan Polri.

Ia mengingatkan jangan sampai pembahasan RUU itu nantinya terkesan tripartit sebab ada pihak yang pro dan kontra dari pemerintah mengenai keterlibatan TNI. “Jangan kita menjadi segitiga, DPR, pemerintah grup satu, pemerintah grup dua, yang prokiri, prokanan,” ujarnya.

Ia mencontohkan, pada pembahasan RUU Keamanan Nasional yang akhirnya dikembalikan kepada pemerintah. “Jangan nanti sampai terjadi seperti RUU Kamnas, waktu itu saya sebagai panitia kerjanya. Ketika duduk, yang satu bilang begini, yang satu bilang begitu. Akhirnya itu diketok palu, silakan kembalikan lagi,” cetus purnawirawan TNI itu.

Pembahasan RUU Kamnas hingga saat ini belum dilanjutkan lantaran ada sejumlah pasal yang menuai kritik karena memuat perlibatan TNI menangani keamanan negara yang kini merupakan tugas dan fungsi Polri.

Namun, pandangan berbeda disampaikan Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) revisi UU Tindak Pidana Terorisme, Mayjen (Purn) Supiadin Ari­es Saputra. Politikus Partai NasDem tersebut mengusulkan jika diperlukan operasi gabungan TNI dan Polri dalam situasi tertentu. Dia mencontohkan, seperti medan di hutan Tambarana, Poso, Sulawesi Tengah, perlu tim khusus dengan kemampuan perang di hutan. “Dalam revisi UU Terorisme, perlu dibuat aturan pembentukan tim gabungan untuk penanggulangan terorisme,” kata mantan Pangdam Iskandar Muda ini. (Kim/Ant/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya