Jaksa Agung Tegaskan Eksekusi Mati Tetap Berlanjut

Golda Eksa
29/7/2016 19:12
Jaksa Agung Tegaskan Eksekusi Mati Tetap Berlanjut
(ANTARA FOTO/Reno Esnir)

PENUNDAAN proses eksekusi mati terhadap 10 terpidana kasus narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Jawa Tengah, telah diputuskan berdasarkan kajian komprehensif yang mempertimbangkan aspek yuridis serta non-yuridis, antara Kejaksaan Agung dan sejumlah instansi terkait.

Meski demikian, Korps Adhyaksa memastikan eksekusi yang sempat dibatalkan itu akan dilanjutkan kembali, tetapi realisasinya tetap menunggu hasil kajian dari berbagai aspek serta melihat waktu yang tepat.

"Kami tidak mau aspek itu ada yang terlanggar. Saya selaku jaksa agung menerima laporan di lapangan dan mengambil tanggung jawab sepenuhnya, bahwa penangguhan harus dilakukan," ujar Jaksa Agung M Prasetyo kepada wartawan, Jumat (29/7).

Prasetyo menerangkan, sedianya ada 14 terpidana yang bakal dieksekusi. Namun, hanya empat orang saja yang akhirnya berhadapan dengan regu tembak, yakni Seck Osmane, warga negara Senegal, Michael Titus Igweh (Nigeria), Humphrey Ejike alias Doktor (Nigeria), dan warga negara Indonesia Freddy Budiman.

Empat terpidana mati itu dieksekusi sekira pukul 0.45 WIB, Jumat (29/7), atau mundur dari jadwal yang ditentukan pukul 00.01 WIB. Kondisi itu disebabkan cuaca buruk yakni hujan deras dan angin kencang yang terjadi di lokasi.

Menurut dia, kejaksaan selaku eksekutor sengaja tidak mempublikasikan rencana eksekusi. Alasannya, agar pelaksanaan hukuman itu berjalan aman dan tertib, serta menghindari kesan yang menyebut jaksa terlalu mendramatisasi kegiatan.

Prasetyo pun menampik informasi yang menyebut pembatalan eksekusi terhadap 10 terpidana karena adanya protes keras dari sejumlah negara, termasuk kecaman yang disampaikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Tekanan tidak ada, kalau imbauan ada. Kita harus menghormati kedaulatan hukum Indonesia bahwa kejahatan narkotika adalah musuh dunia. Jadi, saya anggap PBB bisa menerima, meski PBB memprotes. Saya tegaskan, kejahatan narkotika ini berbahaya," tegasnya.

Namun, Jaksa Agung enggan berkomentar saat disinggung tentang alasan lain bahwa penundaan itu disebabkan surat permohonan mantan Presiden BJ Habibie kepada Presiden Joko Widodo.

"Saya sudah katakan, semua hal baik yuridis maupun non-yuridis, kami perhatikan. Tidak boleh spesifik seperti itu," tandasnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya