Konsistensi Bisa Berdampak Elektoral

Arif Hulwan
28/7/2016 20:10
Konsistensi Bisa Berdampak Elektoral
(Ilustrasi)

PARTAI yang tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan media bakal tenggelam. Menjadi berbeda itu penting agar bisa dilirik. Walaupun tidak berdampak segera pada keterpilihan, isi yang konsisten dengan garis politik jadi modal awal terbentuknya partai modern yang tentu diharapkan masyarakat.

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mencontohkan dengan Partai NasDem yang berani bicara manifesto atau platform politik lewat jargon restorasi. Menurut dia, tidak banyak partai di Indonesia yang memiliki garis politik. Itu mesti disesuaikan dengan setiap pandangan anggota fraksinya di DPR agar terlihat konsistensi.

"Setiap isu dan sikap sudah betul tidak bisa diasosiasikan dengan restorasi? Kalau belum, berarti tidak bekerja dengan paradigma, tapi reaktif dengan isu. Kalau bisa (konsisten), mungkin tidak langsung berdampak pada elektoral. Namun kalau berani, ini bisa jadi pionir partai modern," ujarnya, dalam diskusi terbuka 'Strategi Komunikasi Politik dan Kinerja Anggota Fraksi NasDem', yang digagas Media Center Fraksi NasDem, di Jakarta, Kamis (28/7).

Hal itu dikatakannya terkait tingkat sebaran anggota Fraksi Partai NasDem di media-media yang berkaitan erat dengan strategi politik partai. Menurut Yunarto, perlu memberikan porsi utama kepada anggota dewan yang memang cakap dalam berbicara di media untuk menyampaikan sikap terkait isu penting. Ini terkait pula dengan pemilihan tenaga ahli yang melekat ke fraksi maupun ke anggota dewannya.

Agar bisa berdampak pada keterpilihan, dia menggarisbawahi pula pentingnya pengkajian di internal soal efektivitas sikap yang sudah dilontarkan fraksi kepada publik. Walaupun, secara isi itu terbilang bagus. Misalnya, kerasnya fraksi dalam isu papa minta saham, penolakan terhadap dana aspirasi, serta politik tanpa mahar.

"Partai mau tidak mau ujungnya bicara kekuasaan. Betul dipuji (sikapnya), tapi punya dampak elektoral tidak? Apa yang kita berani suarakan itu berkorelasi dengan aspirasi konstituen kita? Uji dulu," cetusnya.

Yance Arizona dari Epistema Institute menyatakan, partai masih kurang dalam berbicara masalah petani dan masyarakat adat. Terutama dalam isu kepemilikan tanah. Buktinya, RUU Pertanahan mandeg di dewan sejak dua periode dewan yang lalu.

Sementara, ada pengurangan jumlah petani sebanyak 5 juta orang dalam periode 2003-2013 (dari 31 juta ke 26 juta orang). Padahal, selain persoalan negara agraris, ini terkait dengan konstituen yang nyata dan besar di akar rumput.

"Perlu ada yang perjuangkan aspirasi petani. Kalau tidak, semua jadi impor. Tidak ada lagi kedaulatan. Kalau begitu, tidak ada lagi restorasi," ucap Yance.

Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi menyebut, Partai NasDem memiliki keuntungan sekaligus kerugian dalam hal keterkaitannya dengan dua media. Selain mempermudah bagi sosialisasi programnya, ini juga akan mempermudah partai jadi sasaran tembak partai lain.

Ia pun menyebut soal minimnya kemunculan anggota Fraksi Partai NasDem secara konsisten di media. "Figur Surya Paloh terlalu kuat. Mereka menunggu Surya ngomong apa," imbuh dia.

Anggota Fraksi Partai NasDem Akbar Faisal pun meminta masukan agar pihaknya bisa menggarap lebih baik lagi isu secara lebih baik dan luas. Namun, ia menggarisbawahi bahwa persoalan pengelolaan isu di fraksi sudah masuk ranah politik. Sementara, politik membutuhkan kompromi yang terkadang tak bisa diikuti oleh pihak yang memperjuangkan isu tertentu seperti LSM.

"Jangan anggap DPR ini malaikat yang bisa selesaikan semua masalah. LSM kadang egois juga, ini pertarungan politik, ada negosiasi. Sementara LSM tidak membuka ruang negosiasi di situ," ujarnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya