Koruptor tidak Dipenjara Cederai Nurani Publik

Nov/Nyu/Ind/Deo
27/7/2016 07:30
Koruptor tidak Dipenjara Cederai Nurani Publik
(Grafis--MI/Caksono)

NIAT pemerintah merilis kebijakan untuk tidak memenjarakan terpidana korupsi dinilai bertentangan dengan aspirasi masyarakat dan kian memperbesar syahwat pejabat untuk melakukan kejahatan luar biasa tersebut.

Demikian rangkuman pendapat dari berbagai kalangan dalam menanggapi rencana pemerintah yang digulirkan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan mengenai tidak perlunya koruptor menjalani hukuman penjara.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Oce Madril berpendapat di satu sisi hal itu mengistimewakan koruptor dan di sisi lain memunculkan ketidak­adilan di mata banyak orang.

“Sangat keliru menguntungkan koruptor. Koruptor tidak dipenjara itu melawan kehendak publik. Saya bingung dari sekian banyak kejahatan, kenapa yang disasar korupsi? Korupsi itu kejahatan luar biasa. Negara perlu memikirkan hukuman efektif untuk menimbulkan efek jera, bukan tidak memenjarakan mereka,” kata Oce.

Mengapa efek jera tidak muncul? Menurut Oce, itu bukan karena hukuman penjaranya, melainkan karena selama ini hukuman bagi koruptor tergolong ringan, yakni rata-rata 2 hingga 4 tahun penjara.

Hal itu senada dengan hakim ad hoc tipikor Mahkamah Agung Krisna Harahap. Menurut Krisna, kebijakan tidak memenjarakan pelaku korupsi hanya akan memberanikan pejabat negara melakukan perbuatan lancung itu.

“Mengembalikan kerugian negara dan melepas jabatan sama saja dengan menyuburkan praktik korupsi. Penjara menjadi langkah pencegahan kejahatan ulang dengan harapan pelaku menyadari dan menyesali kesalahannya. Jika tidak menimbulkan efek jera, yang harus dibenahi itu kultur bangsa, struktur pemerintahan, dan substansi peraturan yang mendukung suburnya korupsi,” ujar Krisna.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menambahkan, di mana pun di dunia ini, hukuman terhadap koruptor itu hanya dengan memenjarakan mereka, denda, ganti rugi, dan mengembalikan uang yang dikorupsi. “Upaya memiskinkan koruptor juga bisa dengan menerapkan undang-undang pencucian uang.”

Luhut mengatakan pemerintah juga akan mempelajari penerapan aturan serupa itu di negara lain sebagai bahan pengkajian.

“Kami lagi exercise, bagaimana kalau dia melakukan (tindak kejahatan) yang merugikan negara. Bisa enggak dia dihukum mengembalikan uang negara plus penalti dan dipecat dari jabatannya? Artinya, kami melihat aturan agar (koruptor) tidak harus masuk penjara. Kalau masuk penjara semua, bisa penuh nanti. Itu (wacana) masih very early,” tandas Luhut di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, kemarin. (Nov/Nyu/Ind/Deo/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya