Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
JELANG dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, persepsi masyarakat terhadap fenomena korupsi justru meningkat. Penegakan hukum yang tidak memberi efek jera merupakan salah satu faktor yang paling dominan.
Hasil survei yang dilakukan Centre for Strategic dan International Studies (CSIS) Indonesia menunjukkan 66,4% masyarakat menganggap tingkat korupsi di Indonesia justru meningkat jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Hanya sebesar 10,8% yang menilai tingkat korupsi menurun. Sisanya sebesar 21.3% menganggap tidak ada perubahan.
Kepala Departemen bidang Politik dan Hubungan Internasional CSIS Vidhyandika Perkasa mengatakan penegakan hukum yang tidak memberi efek jera merupakan salah satu faktor dominan yang dianggap menjadi penyebab meningkatnya korupsi, yakni 50,7%.
“Karena penegakan hukum tidak memberi efek jera, baik itu hakim, polisi, maupun jaksa. Disparitas hukuman ketika yang korupsi Rp2 miliar dihukum lebih ringan daripada yang Rp200 juta,” jelasnya di Kantor CSIS Jakarta, kemarin.
Hal itu juga berkaitan dengan tren vonis rendah seperti hasil pemantauan ICW ketika terdakwa mendapatkan hukuman rata-rata 2 tahun 1 bulan penjara.
Untuk itu, perlu efek jera dengan meningkatkan hukuman penjara sehingga timbul efek jera.
Faktor kedua meningkatnya korupsi ialah masih tingginya budaya suap di masyarakat, yakni sebesar 16,2%. Tingginya budaya suap itu membuktikan masyakarat masih ada yang menganggap korupsi merupakan hal yang biasa.
Faktor selanjutnya, yakni tingginya budaya hidup (10%), kurangnya pengawasan dan pendeteksian (9%), masyarakat yang apatis dan kurang paham terhadap korupsi (7,7%), dan yang terakhir ialah kurangnya komitmen Presiden (2,1%).
Survei tersebut dilakukan terhadap 3.900 responden dengan melibatkan 2.000 responden tersebar di 34 Provinsi dan 1.900 responden over sample di lima provinsi, yakni di Aceh, Banten, Papua, Riau, dan Sumut.
Survei itu dilakukan terhadap WNI yang berusia 19 tahun ke atas dengan margin of error 1,5% dan tingkat kepercayaan 95%.
Pengumpulan data dilakukan pada 17-29 April 2016 melalui wawancara tatap muka dengan kuesioner terstruktur.
Meski demikian, peneliti CSIS lainnya, Arya Fernandes, menambahkan, harapan masyarakat terhadap pemerintah dalam pemberantasan korupsi masih cukup tinggi, yakni di kisaran 58,5%.
Pimpinan Kampanye USAID Cegah dari Management Systems International Juhani Grossman pun sependapat bahwa Indonesia mempunyai harapan dalam pemberantasan korupsi karena masyarakat masih percaya dengan pemerintah. Hal itu berbeda dengan negara lainnya, seperti Ukraina yang masyarakatnya apatis terhadap pemerintah.
“Indonesia lebih optimistis bahwa masalah korupsi dapat ditangani,” jelasnya.
Ia pun menganggap memberi hadiah atau suap dalam bentuk kecil bukanlah tradisi atau kearifan lokal yang baik untuk kemajuan sebuah bangsa. Pasalnya, hal itu juga dilakukan di negara lain di kawasan Eropa Utara. “Korupsi dalam hal kecil bisa membawa akibat yang besar,’’ ujarnya. (P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved