Survei CSIS: Tingkat Korupsi di Indonesia Meningkat

Erandhi Hutomo Saputra
26/7/2016 21:04
Survei CSIS: Tingkat Korupsi di Indonesia Meningkat
(MI/ ADAM DWI)

JELANG dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, persepsi masyarakat terhadap fenomena korupsi justru meningkat. Dalam hasil survei yang dilakukan Centre for Strategic dan International Studies (CSIS) Indonesia, sebanyak 66,4% masyarakat menganggap tingkat korupsi di Indonesia justru meningkat jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Hanya sebesar 10,8% yang menilai tingkat korupsi menurun, dan sebesar 21,3% menganggap tidak ada perubahan.

Kepala Departemen bidang Politik dan Hubungan Internasional CSIS, Vidhyandika Perkasa, mengatakan, penegakan hukum yang tidak memberi efek jera merupakan salah satu faktor dominan yang dianggap menjadi penyebab meningkatnya tingkat korupsi yakni sebesar 50,7%.

"Karena penegakan hukum tidak memberi efek jera, baik itu hakim, polisi, jaksa. Disparitas hukuman yang mana korupsi Rp2 miliar dihukum lebih ringan daripada yang Rp200 juta,” paparnya di Kantor CSIS Jakarta, Selasa (26/7).

Hal itu juga berkaitan dengan tren vonis rendah seperti hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menunjukkan terdakwa mendapatkan hukuman rata-rata 2 tahun 1 bulan penjara. Untuk itu, perlu efek jera dengan meningkatkan hukuman penjara sehingga timbul efek jera.

Faktor kedua meningkatnya tingkat korupsi, kata Vidhyandika, disebabkan masih tingginya budaya suap di masyarakat sebesar 16.2%. Tingginya budaya suap itu membuktikan jika masyakarat masih ada yang menganggap korupsi merupakan hal yang biasa.

Faktor selanjutnya yakni tingginya budaya hidup (10%), kurangnya pengawasan dan pendeteksian (9%), masyarakat yang apatis dan kurang paham terhadap korupsi (7,7%), dan yang terakhir karena kurangnya komitmen Presiden (2,1%).

Survei tersebut dilakukan terhadap 3.900 responden dengan sebanyak 2.000 responden tersebar di 34 provinsi dan 1.900 responden dilakukan over sample di 5 provinsi yakni di Aceh, Banten, Papua, Riau, dan Sumatra Utara.

Survei itu dilakukan kepada warga negara Indonesia (WNI) yang berusia 19 tahun ke atas dengan margin of error sebesar 1,5% dan tingkat kepercayaan 95%. Pengumpulan data dilakukan pada 17-29 April 2016 melalui wawancara tatap muka dengan kuesioner terstruktur.

Meski demikian, peneliti CSIS lainnya, Arya Fernandes, mengatakan, harapan masyarakat terhadap pemerintah dalam pemberantasan korupsi masih cukup tinggi yakni di kisaran 58,5%

"Namun, usaha pemerintah masih harus ditingkatkan karena masih ada 32,4% responden yang mengatakan pemerintah belum serius memberantas korupsi," tukasnya.

Ia menambahkan, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terlihat dengan tingkat kepercayaan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan korupsi yang berada di posisi teratas sebesar 86,2%, tingkat kepercayaan kepada Presiden berada di posisi kedua sebesar 76,5%, dan Badan Pengawas Keuangan (BPK) sebesar 64,1%.
Justru tingkat kepercayaan terhadap aparat penegakan hukum lainnya seperti kejaksaan dan kepolisian hanya sebesar 52,4% dan 45,3%.

"Tantangan pemberantasan korupsi berada di partai politik dan DPR di mana 80,4% berpendapat peberantasan di parpol belum efektif dan DPR sebesar 76,8%. Hanya sebesar 22,6% responden yang percaya dengan parpol,” cetusnya.

Adapun pimpinan Kampanye USAID Cegah dari Management Systems International, Juhani Grossman, berpandangan, Indonesia mempunyai harapan dalam pemberantasan korupsi karena masyarakat masih percaya dengan pemerintah. Hal itu berbeda dengan negara lainnya seperti Ukraina yang masyarakatnya apatis terhadap pemerintah.

"Indonesia lebih optimistis bahwa masalah korupsi dapat ditangani," tukasnya.

Ia pun menganggap memberi hadiah atau suap dalam bentuk kecil bukan lah tradisi atau kearifan lokal yang baik untuk kemajuan sebuah bangsa. Pasalnya, hal itu juga dilakukan di negara lain di kawasan Eropa Utara.

"Korupsi dalam hal kecil bisa membawa akibat yang besar," pungkasnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya