Uang Suap Rp100 Juta untuk Hindari Hakim Artidjo

Erandhi Hutomo Saputra
21/7/2016 21:48
Uang Suap Rp100 Juta untuk Hindari Hakim Artidjo
(MI/ATET DWI PRAMADIA)

MOMOK Hakim Agung Artidjo Alkostar yang garang dalam memutus perkara membuat para pihak yang berperkara berusaha dengan cara apa pun untuk menghindarinya, termasuk menyuap pihak yang dianggap bisa mengatur komposisi hakim agung.
Hal itu terungkap dalam sidang kasus suap dengan terdakwa mantan Kasubdit Kasasi Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/7).

Tarif mengatur komposisi hakim untuk satu perkara dihargai oleh Andri senilai Rp100 juta. Besarnya tarif tersebut dibeberkan Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar saat membaca Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik pengacara asal Pekanbaru, Riau, Asep Ruhiat, yang menjadi saksi dalam sidang tersebut.

"Atas permintaan saya, saudara Andri meminta uang Rp75 juta. Biasanya harga pengkondisian hakim tersebut Rp100 juta," ujar Hakim Jhon membacakan BAP milik Asep.

Asep tidak menampik pernyataannya dalam BAP tersebut. Kemudian Hakim Jhon kembali mengonfirmasi terkait BAP Asep yang meminta tolong Andri untuk memonitor perkara korupsi di Pekanbaru yang sedang ia ajukan Peninjauan Kembali (PK) di MA.

Perkara yang dimaksud ialah perkara Pidsus No 195 PK/Pid.Sus/2015 atas nama Zakri. Perkara itu merupakan kasus korupsi pembangunan Islamic Center Pelalawan dengan terdakwa Ketua DPRD Pelalawan, Zakri Abdullah, yang pada pengadilan tingkat pertama divonis tiga tahun penjara dan diperberat dengan putusan MA menjadi delapan tahun penjara.

Asep meminta agar dalam majelis PK nantinya tidak ditangani oleh Artidjo. Pasalnya pada tingkat kasasi, kliennya ditangani oleh Artidjo dan hukumannya meningkat menjadi delapan tahun penjara.

"Iya benar, kalau nanti PK jangan Pak Artidjo lagi, tapi kami tidak menyanggupi untuk itu," kata Asep. "Saya minta agar nantinya hakim dapat memutus pada putusan tingkat pertama, dengan putusan 3 tahun penjara," imbuhnya.

Dalam sidang tersebut juga ditampilkan percakapan lewat Blackberry Messenger (BBM) antara Andri dan Asep yang mengungkap jika dirinya telah menyiapkan Rp500 juta untuk beberapa perkara PK yang ditanganinya. Dalam percapakan BBM itu pula, disebutkan jika Asep juga akan mengurus 9 perkara lainnya kepada Andri.

Diberitakan dalam sidang dakwaan, Andri tidak hanya mengatur perkara penundaan pengiriman salinan putusan kasasi kasus korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur yang melibatkan mantan Direktur PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi dan pengacara Awang Lazuardi Embat, tetapi Andri juga mengatur sembilan perkara lainnya yang tengah berproses di MA dengan bayaran Rp500 juta.

Hal itu diungkap Jaksa KPK Fitroh Rohcahyanto saat membacakan dakwaan kedua kepada Andri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/6) lalu.

"Menerima gratifikasi yakni menerima uang sebesar Rp500 juta yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya selaku pegawai MA sebagaimana diatur dalam Pasal 4 angka 8 PP No. 53/2010 tentang Disiplin PNS dan Pasal 5 ayat (2) huruf a, b, dan g Keputusan Sekretaris MA tentang Aturan Perilaku Pegawai MA," ujar Jaksa Fitroh.

Fitroh menjelaskan, awal mula pemberian gratifikasi terjadi pada awal 2015 saat Andri bertemu dengan pengacara di Pekanbaru Riau yakni Asep Ruhiat. Beberapa bulan kemudian Asep mengatakan kepada Andri jika ia sedang menangani beberapa perkara di tingkat kasasi dan PK di MA.

Perkara-perkara tersebut, yakni perkata TUN No. 534 K/TUN/15 dengan pemohon Wendry Purbyantoro, perkara TUN No. 535 K/TUN/15 dengan pemohon Riwayati, perkara TUN No. 536 K/TUN/15 dengan pemohon Burhan Koto melawan Zulhenri, perkara TUN No 541 K/TUN/15 dengan pemohon Burhan Koto melawan Marwan, perkara TUN tahap PK No W1.TUNG.223/Prk.02.02/IV/2015 atas nama Camat Kubu, perkara Pidsus No 195 PK/Pid.Sus/2015 atas nama Zakri, perkara Pidsus No. 109.PK/Pid.Sus/2015 atas nama Yumadris, perkara Pidsus No. 100 PK/Pid.Sus/2015 atas nama Syahrizal Hamid dan perkara Pidsus No. 97 PK/Pid.Sus/2015 atas nama Lahmudin.

"1 Oktober Andri bertemu dengan Asep Ruhiat di Summarecon Mal Serpong, pada saat itu Asep meminta Andri memantau perkembangan perkara-perkara yang ditanganinya. Pada pertemuan itu Andri menerima uang Rp300 juta," tukasnya.

Pemberian berikutnya, jelas Jaksa Fitroh, dilakukan pada November 2015 sebesar Rp150 juta. Pemberian juga dilakukan dari pihak lain yang terkait dengan kasus kasasi dan PK di MA sebesar Rp50 juta.

"Uang seluruhnya Rp500 juta dimasikkan dalam tas koper warna biru dongker bertuliskan American Tourister yang disimpan dalam kamar tidur Andri Jl San Lorenzo 5 No 11 Gading Serpong Tangerang yang akhirnya pada 12 Februari 2016 ditemukan KPK saat operasi tangkap tangan," jelasnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya