Operasi Pembebasan Lebih Tepat

Christian Dior
18/7/2016 08:27
Operasi Pembebasan Lebih Tepat
(ILUSTRASI--Thinkstock)

OPSI militer jangan sampai dikesampingkan dalam upaya pembebasan warga Indonesia yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf.
Menurut pengamat pertahanan Universitas Udayana Bagus Surya Widya Nugraha, negosiasi dengan kelompok teroris atau militan seharusnya tidak dilakukan pemerintah.

"Sebaiknya pemerintah memang tidak pernah bernegosiasi dengan kelompok teroris mana pun. Negosiasi juga jarang efektif, terlebih jika melibatkan pembayaran tebusan," kata Surya saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Surya mengingatkan, Indonesia punya sejumlah pengalaman membebaskan sandera di luar negeri melalui operasi militer. Selain penyelamatan Kapal MV Sinar Kudus yang disandera perompak Somalia pada 2011, pasukan Kopassus TNI juga pernah diterjunkan untuk mengatasi pembajakan pesawat Garuda DC-9 di Thailand pada 1981.

"Negara punya alat (militer) yang bisa digunakan. Sekarang (pemerintah) tinggal mencari mekanisme yang tepat dalam menurunkan pasukan pembebasan sandera ke Filipina. Tidak boleh kita hanya bergantung pada negara lain dalam memastikan keselamatan warga kita," cetus Surya.

Pemerintah, lanjut Surya, juga harus segera mengimplementasikan langkah-langkah preventif yang disepakati bersama Malaysia dan Filipina untuk mencegah kembali terjadinya penyanderaan. Unjuk kekuatan militer di perairan yang rawan perompak perlu dilakukan demi menciptakan efek gentar.

Sebelumnya, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah masih menjalankan proses negosiasi terkait dengan upaya pembebasan warga Indonesia yang disandera Abu Sayyaf. Negosiasi dianggap pilihan terbaik yang bisa ditempuh pemerintah.

Saat ini ada 10 WNI yang disan­dera kelompok Abu Sayyaf dalam dua peristiwa berbeda. Penyanderaan pertama terjadi pada 20 Juni lalu terhadap tujuh ABK kapal tunda Charles 001 yang tengah melintas di Perairan Sulu, Filipina Selatan.

Sementara itu, penyanderaan kedua terjadi pada 9 Juli lalu terhadap tiga ABK kapal pukat tunda bernomor LD/113/5/F di Perairan Felda Sahabat, Tungku, Sabah, Malaysia.

Atas nama kemanusiaan
Dengan menggunakan terminologi berbeda, anggota Komisi I DPR, Charles Honoris, mengusulkan pemakaian ‘humanitarian intervention’ untuk menyelamatkan WNI yang disandera. Operasi pembebasan atas nama kemanusiaan bisa dipakai ketimbang operasi militer. Apalagi, sesuai dengan konstitusi setempat, Filipina tidak mengizinkan militer asing untuk beroperasi di wilayah kedaulatan mereka.

"Dalam hukum internasional dikenal doktrin ‘humanitarian intervention’, yaitu militer negara asing atau pasukan yang diberikan mandat PBB bisa saja masuk ke wilayah kedaulatan sebuah negara untuk menyelamatkan nyawa manusia dan menghindari terjadinya pembunuhan massal," tutur Charles, di Jakarta, kemarin.

Politikus PDIP itu menilai operasi pembebasan terhadap sandera WNI harus segera dilakukan dan pemerintah Indonesia dengan tegas menyatakan tidak akan membayarkan uang tebusan. Kini pun sudah diketahui penculikan itu bukan didasarkan faktor ideologis, melainkan semata-mata untuk mencari uang. (Ant/P-1)

dior@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya