Sumbangan Parpol akan Dibatasi

Nur Aivanni
14/7/2016 06:45
Sumbangan Parpol akan Dibatasi
(MI/ARYA MANGGALA)

KOMISIONER Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ida Budhiati menegaskan batas maksimal sumbangan dana kampanye dari partai politik dan gabungan partai politik ialah Rp750 juta. Ketentuan baru itu tercantum dalam Peraturan KPU (PKPU) Dana Kampanye yang akan dikonsultasikan ke DPR.

Selama ini sumbangan yang bersumber dari partai politik dan gabungan partai politik tidak dibatasi. “Kita samakan dengan sumbangan badan usaha swasta sebesar Rp750 juta,” ujar Ida saat ditemui di Gedung KPU, Jakarta, kemarin.

Menurut Ida, KPU meyakini esensi demokrasi ialah partisipasi publik. Dengan begitu, peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) diharapkan mendapat dukungan publik yang partisipasinya diwujudkan dengan sumbangan baik barang, jasa, ataupun uang.
“Harapan lebih luas ialah partisipasi sukarela tersebut mampu mewujudkan pemimpin berintegritas,” imbuhnya.

Dalam menanggapi hal itu, anggota komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan menyatakan keberatan. Menurut Arteria, KPU seharusnya memberi perhatian lebih pada terciptanya rekening dana kampanye yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Yang paling penting bukan besaran, melainkan apakah para pasangan calon itu jujur, transparan, dan akuntabel terkait rekening khusus dana kampanye. Apakah rekening itu benar-benar merefleksikan aktivitas kegiatan pemenangan dan kampanye,” kata Arteria.

KPU harus lebih mencermati kejanggalan dalam laporan dana kampanye, misalnya pasangan calon melaporkan dana kampanye sebesar Rp1,5 miliar. Padahal, mereka meng­undang artis papan atas yang bayarannya lebih dari Rp1 miliar.

“Laporan dana kampanye Rp1,5 miliar, tetapi mengundang artis hebat yang bayarannya lebih dari Rp1 miliar. (Laporan itu menjadi janggal karena) belum bicara biaya kampanye, biaya operasional tim, dan lainnya,” tambah dia.

Ketimbang dana kampanye yang bersumber dari partai politik dibatasi, ia mengusulkan KPU membatasi sumbangan dana kampanye yang berasal dari perusahaan atau perseorangan. “Itu untuk menghindari perusahaan penyumbang cuma satu, tapi dibagi menjadi ratusan atau puluhan perusahaan,” tukas dia.


Gugatan ke MK

Terkait dengan rencana uji materi Undang Undang No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Ida mengatakan pihaknya masih dalam proses pematangan draf gugatan. “Kami usahakan. Selambatnya awal pekan depan,” ujar Ida.

KPU berniat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) lantaran Pasal 9 a UU Pilkada menyatakan keputusan hasil konsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersifat mengikat.

“Anak kalimat ‘mengikat’ ini mempunyai satu potensi menghambat KPU untuk bisa mengambil suatu keputusan yang mandiri. Esensi kemandirian dan independensi kan terletak pada pengambilan keputusan yang tidak bisa tunduk pada tekanan atau intervensi dari pihak mana pun,” tuturnya.

Menurut Ida, KPU akan meminta MK membatalkan ketentuan pasal tersebut karena bertentangan dengan semangat dan juga ketentuan hukum yang ada dalam Pasal 22 huruf e UUD 1945. (Ind/Mur/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya