Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MANTAN anggota Komisi III DPR dari F-Demokrat I Putu Sudiartana diduga kerap bertindak sebagai makelar proyek. Putu terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 28 Juni 2016. Ia menjadi salah satu tersangka kasus dugaan suap terkait dengan rencana pembangunan 12 ruas jalan di Sumatra Barat.
Dugaan KPK tersebut sejalan dengan temuan tim penyidik lembaga antirasywah itu bahwa uang suap yang diterima Putu berasal dari hasil pengurusan proyek yang tidak berkaitan dengan tugasnya di Komisi III.
“KPK menemukan dugaan dia (Putu) memiliki kemampuan untuk mengurus perkara,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, kemarin.
Ia menambahkan, dalam kasus itu, meskipun proyek yang diupayakan tidak terkait dengan tugas Putu di Komisi III, pemberi suap meyakini bahwa Putu dapat melakukan sesuatu karena jabatannya tersebut.
Selain Putu, KPK menetapkan empat tersangka lain. Mereka ialah sekretaris pribadi Sudiartana, Noviyanti; orang kepercayaan Sudiartana, Suhaemi; Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Permukiman Pemerintah Provinsi Sumatra Barat Suprapto; dan swasta bernama Yogan Askan.
Kelimanya ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring OTT di empat lokasi berbeda di Jakarta pada 28 Juni.
Kasus itu bermula dari rencana proyek di bawah Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Permukiman Provinsi Sumatra Barat untuk pembangunan 12 ruas jalan. Suprapto ingin proyek senilai Rp300 miliar itu berjalan lancar.
Suhaemi yang memiliki koneksi ke anggota DPR, ungkap Priharsa, menjanjikan kepada Suprapto untuk dapat memuluskan proyek itu. Caranya dengan memasukkan proyek itu ke APBN Perubahan 2016. Atas janji itu, Suprapto bersama Yogan lalu memberikan suap Rp500 juta dan S$40 ribu. “Uang itu ditujukan kepada Putu selaku legislator,” kata dia.
Uang Rp500 juta itu, sambung Priharsa, diberikan secara bertahap melalui beberapa transfer dari tiga nomor rekening. Salah satunya melalui rekening milik Noviyanti.
Rakus terima suap
Di sisi lain, mantan anggota DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi menyebut Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi rakus atas suap dari pengembang reklamasi. Akibatnya, proses pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta tersendat.
Jaksa penuntut umum KPK Ali Fikri mengungkapkan hal itu saat membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Manajer Perizinan PT Agung Sedayu Group Syaiful Zuhri alias Pupung di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.
Menurutnya, pada BAP Nomor 45, Pupung membeberkan pembicaraan dengan Sanusi. Sanusi bercerita ihwal tertundanya Rapat Paripurna DPRD DKI untuk membahas raperda tersebut karena ulah Prasetyo.
“Sanusi mengatakan Prasetyo membagi dananya sangat kacau, dia sendiri kebanyakan. Saya (Pupung) minta Sanusi mengabari saya mengenai jadi atau tidak paripurna hari ini karena mau beri laporan ke Sugianto (Chairman PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan),” jelas Fikri.
Fikri juga melanjutkan bahwa Pupung pada komunikasinya dengan Sanusi mengungkapkan rapat paripurna raperda tak kunjung tiba. Padahal, kontribusi dalam pembahasan raperda pantura Jakarta sudah selesai. (P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved