Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PENANGKAPAN demi penangkapan terhadap beberapa hakim dan panitera oleh KPK selama enam bulan terakhir ini mengungkap fakta masih suburnya praktik kongkalikong yang berujung korupsi secara sistemik di lembaga peradilan.
Bahkan, secara sistemik pula perbuatan rasywah tersebut diduga melibatkan petinggi Mahkamah Agung (MA) yang mulai diendus KPK dengan menyeret nama Sekretaris MA, Nurhadi.
Kondisi peradilan yang begitu babak belur membuat prihatin berbagai kalangan, termasuk akademisi yang tergabung dalam Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI). Kumpulan 180 pemimpin fakultas hukum dari berbagai universitas itu merasa ikut bertanggung jawab karena hasil lulusan mereka yang ternyata jauh dari harapan.
Untuk itu, APPTHI membentuk tim panel eksaminasi putusan MA dengan restu Presiden Joko Widodo.
Wakil Ketua Tim Eksaminasi Ade Saptomo mengatakan tim akan terlebih dahulu menyusun langkah kerja yang berdasar pada eksaminasi putusan MA yang mendapat perhatian publik.
Eksaminasi terhadap putusan MA dilakukan berdasarkan lima aspek, yaitu legalitas subjek hukum, legalitas tindakan hukum, legalitas objek hukum, legalitas tempat, dan legalitas waktu.
"Misal di peradilan itu ada hakim, jaksa, pengacara, dan panitera, kita cari tahu apakah betul pengacaranya legal standing-nya benar atau tidak, hakimnya punya legal standing dan keahlian atau tidak dalam menangani perkara," tutur Dekan FH Universitas Pancasila itu saat berbincang dengan Media Indonesia, akhir pekan lalu.
Dalam proses eksaminasi, lanjut Ade, tim akan bekerja sama dengan PPATK, KPK, Polri, dan kejaksaan. Eksaminasi rencananya diiringi langkah-langkah lain untuk mereformasi MA.
Langkah tersebut secara resmi baru akan diputuskan dalam rapat tim pada 14 Juli mendatang.
Meski MA mengaku telah mempunyai cetak biru yang diklaim juga menuju arah reformasi, Ade menyebut substansi cetak biru tersebut bakal sulit dilaksanakan.
Pasalnya, pembuatan pedoman arah reformasi itu dirasa tidak melibatkan pihak lain, khususnya kalangan akademisi.
"MA tidak perlu risih (dikoreksi), kami hanya membantu, menolong," pungkas Ade.
Pembentukan tim eksaminasi disambut baik oleh MA. Ketua MA Hatta Ali menyatakan lembaga yang dipimpinnya telah sejak lama memublikasikan seluruh putusan.
Publikasi itu mempermudah proses transparansi dan evaluasi proses peradilan, termasuk oleh tim eksaminasi.
Hatta mengaku evaluasi peradilan melalu eksaminasi sudah sering dilakukan.
Paling banyak ialah dari lapisan masyarakat dengan latar belakang akademisi.
Pejabat tertinggi di MA itu menyatakan juga pihaknya menerima seluruh evaluasi dari proses eksaminasi yang telah dilakukan.
"Ada yang menyatakan kekurangan dan sebagainya, dan itu semuanya kami terima dengan senang hati. Tidak ada larangan (eksaminasi). Kami buka dengan lebar," tuturnya.
Kolaborasi positif
Keterbukaan MA dalam mengakomodasi eksaminasi dinilai belum cukup. Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dio Ashar Wicaksana menekankan MA harus aktif menindaklanjuti hasil eksaminasi putusan yang dilakukan para akademisi yang tergabung dalam APPTHI.
"Kalau MA tidak menerima hasil eksaminasi, ya hanya akan jadi diskusi publik. Tapi enggak langsung jadi sarana perbaikan," terangnya saat dihubungi Media Indonesia, pekan lalu.
Dio mengingatkan hasil eksaminasi putusan tersebut merupakan suatu upaya dalam memberikan masukan kepada lembaga peradilan terkait dengan reformasi putusan.
Dengan begitu, nantinya akan ada kolaborasi positif antara akademisi dan pengadilan.
Di sisi lain, Dio menekankan pentingnya independensi tim eksaminasi, bebas dari unsur MA.
Dengan demikian, hasil kerja mereka dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Penekanan pada independensi itu dilontarkan juga oleh hakim agung MA, Gayus Lumbuun.
Tim harus bebas dari kepentingan dan beriorientasi pada perbaikan aparat peradilan, kualitas putusan, serta pihak yang dikorbankan.
Menurut Gayus, eksaminasi semestinya dititikberatkan pada putusan badan peradilan yang menjadi perdebatan di masyarakat atau bersifat kontroversial dan berdampak sosial yang tinggi.
Eksaminasi seperti itu pernah dilakukan Komisi Yudisial (KY) pada sekitar 2014.
Sayangnya, kata Gayus, tim itu hanya meneliti atau mengevaluasi dari sisi etik hakimnya, bukan ranah yuridis.
"Oleh KY tim itu hanya bekerja lebih bersifat untuk menguji apakah ada perilaku hakim dan profesionalitas hakim yang menyimpang," ungkapnya saat dihubungi di sela kegiatan mudik, Sabtu (9/7).
Gayus berharap tim tidak hanya berfokus pada evaluasi putusan peradilan, tetapi juga memperhatikan korban yang timbul dari kesalahan yang ditemukan.
"Itu bisa melalui jalur mekanisme PK (peninjauan kembali," tukasnya.
Masalah perilaku
Namun, pimpinan komisi hukum DPR merasa pembentukan tim eksaminasi belum menjadi jawaban efektif dalam upaya mereformasi lembaga yudikatif.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa merasa output yang dihasilkan dari eksaminasi putusan hanya berupa informasi.
Padahal, terang Desmond, yang perlu dilakukan ialah pembenahan di MA serta lembaga peradilan agar bersih dari praktik mafia perkara.
Kalaupun tim eksaminasi dibutuhkan, semata-mata untuk menunjukkan kepada masyarakat aib di dunia peradilan bila ada temuan putusan yang bertentangan dengan rasa keadilan publik atau dirasa janggal.
"Nilai hukumnya nanti di sana ya kebongkar semua, tapi itu jadi wacana saja," cetus Desmond.
Hasil eksaminasi bukan tidak mungkin terbentur pada keengganan MA menindaklanjuti.
Seperti halnya ketika DPR meminta penjelasan dari MA ketika menjalankan fungsi pengawasan, tapi hanya berakhir di gedung parlemen.
"Kalau DPR, misalnya, panggil MA, tapi tidak ada kesadaran bersama dari kelembagaan itu sendiri untuk memperbaiki, mau bagaimana?" tukas Desmond.
Senada, anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradila Caesar mengatakan permasalahan yang terjadi dalam lembaga peradilan saat ini bukan secara langsung berkaitan dengan kualitas putusan, melainkan perilaku aparatur peradilan itu sendiri.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang pun menambahkan reformasi MA harus pula mencakup evaluasi total mulai rekrutmen sampai pensiun.
"Aparat peradilan tidak hanya hakim karena ini merupakan satu kesatuan. Satu saja yang diperbaiki, lainnya buruk, sedikit banyak akan terkontaminasi," tandasnya. (Cah/Nur/Ind/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved