TNI tidak Perlu Terlibat Langsung

Gol/P-4
05/7/2016 06:30
TNI tidak Perlu Terlibat Langsung
(ANTARA/ADHITYA HENDRA)

PEMERINTAH dan DPR sejatinya tidak perlu memasukkan poin pelibatan TNI dalam draf revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Campur tangan militer dinilai hanya dibutuhkan apabila kepolisian sudah tidak mampu mengatasi situasi.

Demikian dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Hamidin.

"Tidak berarti dalam UU pemberantasan terorisme itu TNI terlibat langsung, karena basic itu ialah intelijen kriminal," katanya saat dihubungi, akhir pekan lalu.

Hamidin menjelaskan, jika Polri memerlukan kekuatan yang lebih besar, sudah tepat TNI dilibatkan.

Peran militer akan efektif membantu kinerja Korps Bhayangkara, seperti kesulitan logistik, menekan pergerakan kelompok teroris, dan rentang kendali panjang.

"Contohnya, Operasi Tinombala di Poso, TNI-AD sudah membantu operasi darat. Kalau ada pembajakan pesawat dan kapal, pasti Detasemen Bravo TNI-AU serta Denjaka dari TNI-AL juga diterjunkan."

Terorisme merupakan kejahatan transnasional dan masuk kategori kejahatan luar biasa.

Artinya, lanjut Hamidin, proses penyelidikan, surveillance, undercover, dan penangkapancukup ditangani Polri.

"Pelibatan TNI hanya pada tataran raid planning execution, yakni jika Kapolri sudah meminta bantuan kepada Panglima TNI. Kehadiran TNI merupakan sebuah kondisi yang disebut beyond police capacity," terang dia.

Sebelumnya, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan ketentuan Pasal 43B ayat (1) RUU 15/2003 dan seluruh pasal yang melibatkan unsur militer sebaiknya segera dihapus.

Pelibatan TNI justru akan menimbulkan tindakan eksesif, represif, dan berpotensi besar melanggar HAM

Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme sejatinya sudah diatur di Pasal 7 ayat (2) dan (3) UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

UU tersebut menjelaskan bahwa penanggulangan terorisme dikategorikan sebagai operasi militer selain perang, dan hanya boleh dilakukan apabila ada keputusan politik negara.

"Pemerintah dan DPR keliru jika tetap memaksakan memasukan klausul yang tidak tepat itu," ujarnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya