Suap Lewat LSM Antikorupsi

Cahya Mulyana
02/7/2016 09:10
Suap Lewat LSM Antikorupsi
(Antara/Hafidz Mubarak A)

WAKIL Bendahara Umum sekaligus anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, I Putu Sudiartana, menggunakan rekening milik Ni Luh Putu Sugi­ani, pengurus LSM antikorupsi bentukannya, sebagai penerimaan suap. Suap sebesar Rp500 juta dialirkan ke staf dan ke reke­­ning pengurus LSM antikorupsi bentuk­annya untuk penyamaran.

''Rekeningnya (Ni Luh Putu Sugiani) dipakai dan dia aktif berkomunikasi dengan IPS (Sudiartana) ini. Dia (Ni Luh Putu Sugiani) juga aktif membantu (Sudiartana) untuk menagih uang kepada pengusaha-pengusaha (Yogan Askan, pemberi suap Rp500 juta dan telah tertangkap KPK),'' kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi Yuyuk saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Menurutnya, KPK pun telah meminta keterangan dari Ni Luh selaku LSM antikorupsi bernama Jarrak Bali. Di Bali, LSM antikorupsi itu berdiri dan dibentuk oleh Sudiartana. ''Iya karena ditemukan aliran transfer kepada Ni Luh (sebesar Rp300 juta dari pengusaha kontruksi di Sumatra Barat Yogan Askan),'' terangnya.

Ia menjelaskan bahwa pemeriksaan Ni Luh yang dilakukan Kamis (30/6) lantaran intens berkomunikasi dengan Sudiartana dan stafnya, Noviyanti, untuk mentransfer uang suap. Uang sebanyak itu berasal dari Yogan atas perintah Novianty. Uang itu juga atas inisiatif Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatra Barat, Suprapto.

Menurut Yuyuk, keterlibatan Ni Luh dan beberapa upaya penerimaan suap dari beberapa pengusaha lain juga sedang didalami KPK. Hal lain yang juga didalami ialah keterlibatan anggota DPR lainnya. “Dugaan keterlibatan itu sedang ditelusuri,” terangnya.

Kasus yang telah menjadikan Putu Sudiartana sebagai tersangka ini bermula dari rencana pembangunan 12 ruas jalan di Provinsi Sumatra Barat senilai Rp300 miliar dari APBN-P 2016.

Total anggaran untuk membangun 12 ruas jalan beraspal hotmix, dengan panjang 74,6 kilometer, mencapai Rp620 miliar. Anggaran itu diusulkan ke pusat oleh Pemprov Sumbar pada akhir Desember 2015 agar dianggarkan pada APBN-P 2016, yang saat itu Sumbar dipimpin oleh Pj Gubernur Reydonnyzar Moenek.

Dana optimalisasi
Dalam kasus ini, Putu memperjuangkan proyek yang berasal dari dana optimalisasi. Sebagai imbalan atas jasanya, Putu dijanjikan komisi sebesar Rp3,28 miliar atau sekitar 7%-8% dari nilai proyek.

Ini bukan kali pertama KPK menangkap anggota DPR yang nakal memainkan dana optimalisasi. Karena itu, KPK mengusulkan agar dana optimalisasi dihapuskan dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Dana optimalisasi ditengarai menjadi lahan bancakan bagi anggota DPR.

Namun demikian, menurut Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla, bukan berarti karena satu kasus korupsi dana optimalisasi harus dihapuskan. Asalkan dibahas dan direncanakan lewat prosedur yang benar, seharusnya penyeleweng­an terhadap dana optimalisasi dapat dihilang­kan.

''Tidak berarti ada kasus seperti itu langsung dihilangkan, tidak. Nanti kalau ada penyelewengan, ya semua anggaran bisa dihapus. Bukan APBN-nya yang salah. Yang salah kenapa harus diatur-atur seperti itu,'' ujar Kalla di Istana Wapres, Jakarta, kemarin.
Dana tersebut, menurut Kalla, dialokasikan untuk menambah anggaran belanja kementerian, lembaga (K/L) dan transfer ke daerah. Khusus untuk proyek-proyek di daerah perencanaannya seharusnya masuk ke Bappenas. (Deo/YH/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya