Fuad Amin Tetap Dihukum 13 Tahun

Erandhi Hutomo Saputra
30/6/2016 05:30
Fuad Amin Tetap Dihukum 13 Tahun
(MI/ROMMY PUJIANTO)

MAHKAMAH Agung tetap menghukum mantan Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan, Madura, Fuad Amin, dengan hukuman 13 tahun penjara.

Anggota majelis hakim kasasi, Krisna Harahap menyatakan MA menolak upaya hukum kasasi yang diajukan Fuad.

Dengan demikian, hukuman 13 tahun yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Majelis hakim yang menangani perkara itu, yakni Salman Luthan, Krisna Harahap, dan MS Lumme.

Selain itu, hakim juga mengabulkan kasasi jaksa KPK untuk mencabut hak politik Fuad untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak ia selesai menjalani pidana penjara.

Fuad tetap diganjar hukuman 13 tahun penjara berdasar pertimbangan usia yang telah lanjut, tetapi denda dinaikkan menjadi Rp5 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Ia secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan perbuatan yang bertentangan dengan tugasnya untuk menyejahterakan rakyat.

Ia menerima dana untuk kepentingan pribadi dari PT MKS dan pemotongan realisasi anggaran SKPD sekitar 10% dari penerimaan dan penempatan CPNS yang seluruhnya berjumlah Rp414,2 miliar.

Selain terbukti secara sah dan meyakinkan selaku penyelenggara negara menerima hadiah, Fuad juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan mengalihkan rekening ke sejumlah bank.

Di pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tipikor, Jakarta), Fuad diganjar hukuman 8 tahun penjara.

Sidang perdana

Sementara itu, Majelis Hakim Pangadilan Tipikor, Jakarta, menggelar sidang perdana perkara suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution, kemarin.

Sidang dengan terdakwa pegawai PT Artha Pratama Anugrah, Doddy Aryanto Supeno, itu dipimpin hakim Sumpeno.

Dalam dakwaan jaksa, nama Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro disebut berperan sebagai pemberi restu upaya penyuapan kepada Edy Nasution.

Upaya penyuapan tersebut berkaitan dengan beberapa perkara yang melanda anak perusahaan Lippo Group di PN Jakpus, yakni PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dan PT Across Asia Limited (PT AAL).

Dua anak perusahaan Lippo tersebut sedang terlibat perkara niaga, yakni PT MTP dengan PT Kwang Yang Motor Co Ltd (PT Kymco) dan PT AAL dengan PT First Media.

Terkait perkara PT MTP, berdasarkan putusan Singapore International Abitration Centre (SIAC) di perkara Nomor 62/2013 tanggal 1 Juli 2013, PT MTP dinyatakan mengingkari janji atau wanprestasi sehingga wajib membayar ganti rugi ke PT Kymco sebesar US$11,1 juta.

Akibat tidak kunjung dibayar, PT Kymco mendaftar ke PN Jakpus agar putusan tersebut dapat dieksekusi di Indonesia.

PN Jakpus memanggil PT MTP pada 1 September 2015 dalam sidang aanmaning (peringatan kepada tergugat untuk melaksanakan putusan).

Namun, PT MTP tidak hadir dalam sidang tersebut sehingga dijadwalkan ulang pada 22 Desember 2015.

Mengetahui panggilan aanmaning, Eddy Sindoro memerintahkan Wresti Kristian Hesti untuk melobi PN Jakpus guna menunda aanmaning.

Wresti lalu menemui Edy Nasution di PN Jakpus pada 14 Desember 2015 dan meminta menunda aanmaning hingga Januari 2016. Edy bersedia menunda dengan imbalan Rp100 juta. (Ant/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya