Pemerintah Abaikan Reklamasi Tambang

MI
28/6/2016 09:05
Pemerintah Abaikan Reklamasi Tambang
(MI/Susanto)

PEMERINTAH daerah dan perusahaan tambang cabar melakukan reklamasi lahan bekas tambang di Kalimantan Timur. Akibatnya, sebanyak 25 anak tewas sia-sia mulai kurun waktu 2011 hingga Juni 2016.

Angka tersebut didapat setelah komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila meninjau langsung lokasi bekas galian tambang di Kalimantan Timur, Jumat (24/6) lalu. Sebanyak 16 anak tewas di Samarinda, 8 di Kutai Kartanegara, dan 1 di Penajam Paser Utara.

"Tidak ada keseriusan pemerintah melakukan reklamasi dan pascatambang yang menjadi kewajiban perusahaan saat mengajukan perizinan. Rencana reklamasi dan pascatambang seharusnya dimiliki perusahaan," ujar Siti di Gedung Komnas HAM Jakarta, kemarin.

Kewajiban reklamasi tercantum di Pasal 19-21 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Disebutkan bahwa galian tambang harus segera ditutup 30 hari setelah galian tersebut tidak aktif.

Galian yang tidak tertutup akan meninggalkan air beracun dan logam berat. Alasan lain ialah galian yang sudah tidak aktif dapat menelan korban jiwa khususnya anak-anak lantaran terjatuh karena dibiarkan terbuka begitu saja.

"Dari pemantauan, awalnya 10 korban (2011). Kini bertambah menjadi 25 korban. Kalau demikian, (dapat dikatakan) terjadi pembiaran oleh pemerintah dan tidak ada proses penegakan hukum. Baru satu kasus yang diproses dan itu pun hanya (hukuman) 2 bulan," lanjut Siti.

Di tempat yang sama, koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah menyebut tewasnya anak-anak secara sengaja akibat lubang tambang sebagai kejahatan genosida. Kejadian itu terus berulang tetapi tidak ada langkah tegas dari pemerintah daerah.

"Ini (tewasnya anak-anak) ongkos dari 10 ribuan izin pertambangan termasuk 1.488 izin di Kalimantan Timur oleh pemerintah daerah dan 33 oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus sama-sama bertanggung jawab," tegasnya.

Ia menambahkan enam bulan sebelum beroperasi, perusahaan tambang harus memberikan dana jaminan kepada pemerintah daerah untuk melakukan reklamasi. Dana itu digunakan untuk reklamasi jika perusahaan tidak melakukan reklamasi.

"Besarnya dana jaminan reklamasi sebesar Rp60 juta per hektare. Bagaimana dengan izin 7,2 hektare dikali Rp60 juta? Berapa banyak uang untuk reklamasi yang telah diselewengkan pemerintah?" kata Merah.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfah pun ikut mengecam hal tersebut. (Nyu/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya