Akademisi akan Bantu Reformasi MA

Erandhi Hutomo Saputra
28/6/2016 08:45
Akademisi akan Bantu Reformasi MA
(Antara/Rosa Panggabean)

SEMAKIN banyaknya kasus korupsi di semua lini di pengadilan membuat geram semua pihak, termasuk akademisi yang tergabung dalam Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI).

Kumpulan akademisi lebih dari 157 dekan fakultas hukum itu prihatin dengan kondisi dunia peradilan yang terus ditempa isu-isu korupsi yang tidak sesuai dengan pembelajaran hukum di bangku kuliah. "Kami tidak hanya prihatin, kami juga malu di depan mahasiswa," ujar Pengurus APPTHI, Ade Saptomo.

Dengan kondisi itu, Ade bersama para dekan fakultas hukum berinisiatif memberikan masukan untuk reformasi Mahkamah Agung. Langkah pertama ialah menerbitkan buku terkait dengan konsep solutif reformasi dunia peradilan.

Buku berjudul Akuntabilitas Mahkamah Agung itu sudah dikirim ke Kementerian Sekretariat Negara pada awal Juni hingga akhirnya disambut positif Presiden Jokowi dengan audiensi yang akan digelar hari ini di Istana Merdeka.

Sebelum bertemu dengan Presiden, APPTHI telah membentuk tim eksaminasi putusan MA. Nantinya, dalam audiensi, tim eksaminasi akan meminta arahan Presiden terkait dengan eksaminasi putusan MA hingga berujung pada reformasi MA. "Tema besarnya mendorong reformasi tubuh peradilan di MA. Audiensi akan meminta pengarahan ke Presiden. Yang akan kami lakukan ialah mengeksaminasi putusan-putusan MA yang mendapat perhatian publik sekaligus etika hakim dan PNS di lingkungan peradilan. Hasilnya akan kami serahkan ke Presiden, DPR, dan Kemenkum dan HAM, dan MA," imbuh Ade sembari mengatakan belum mengetahui kapan target tim eksaminasi akan bekerja.

Tim eksaminasi nantinya juga akan membahas putusan peradilan yang multitafsir dan putusan-putusan yang dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan.

Terbentuknya tim eksaminasi ini bermuara pada reformasi MA dan didasari kekhawatiran maraknya kasus korupsi yang memengaruhi dunia pendidikan hukum. Pasalnya, dunia pendidikan tidak pernah mengajari para aparatur penegak hukum untuk berbuat rasywah.

"Hakim, jaksa, pengacara itu kan produk kami, tetapi di lapangan kok jadi seperti itu. Reformasi mengembalikan ke muruah yang benar. Ini masalah serius memengaruhi dunia pendidikan seluruh Indonesia," imbuh Ade yang jugas Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila itu.

Diminta tegas
Di sisi lain, peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Ula Dio Ashar Wicaksana menegaskan Ketua MA Hatta Ali harus bersikap tegas dalam membenahi internal di MA.

Hal itu menyikapi terkuaknya beberapa kasus operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap aparat peradilan belakangan ini. "Ketua MA-nya harus berani bersikap. Masalah MA sekarang tidak bisa hanya dari ucapan juru bicara ataupun humas. Harus Ketua MA yang bersikap," ujarnya.

Menurut Dio, MA sudah mempunyai cetak biru MA pada 2010-2035. Namun, permasalahannya ialah pembaruan MA baru tahap kebijakan, belum sampai tahap implementasi dan pengawasan implementasi kebijakan tersebut.

"Karena sampai sekarang Ketua MA belum tegas menyampaikan hasil investigasi dan langkah apa yang akan diambil," terangnya. (Nur/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya