Vaksin Palsu masih Beredar

Akmal Fauzi
28/6/2016 06:30
Vaksin Palsu masih Beredar
(MI/SENO)

POLISI terus menyelidiki penyebaran vaksin palsu yang masih beredar di beberapa kota di Indonesia saat ini. Jalur distribusi menjadi fokus kerja petugas untuk mengetahui sebaran vaksin palsu tersebut.

Selain itu, polisi mendalami keterlibatan empat rumah sakit swasta dan dua apotek di Jakarta. Hal itu disebabkan petugas menemukan botol vaksin palsu di rumah sakit dan apotek tersebut.

"Saat ini Mabes Polri tengah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengantisipasi penyebaran vaksin palsu," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya Imam Efendi, kemarin.

Sebelumnya, menurut Agung, sudah 13 tersangka yang terlibat peredaran vaksin palsu ditangkap. Terakhir, polisi menangkap dua tersangka lainnya di sebuah hotel di Semarang kemarin.

Tersangka berinisial T dan M merupakan pasangan suami istri yang berperan sebagai distributor. Ke-15 tersangka itu terbagi atas empat kelompok jaringan.

Pihaknya juga masih mendalami hubungan antarjaringan pada setiap tersangka.

"Biasanya para tersangka mendistribusikan vaksin palsu itu sesuai pesanan," tambah Agung.

Para tersangka, lanjut Agung, akan dijerat pasal tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan keterangan para tersangka, lanjut Agung, vaksin palsu dijual dengan harga mulai Rp200 ribu hingga Rp400 ribu.

Harga itu lebih murah jika dibandingkan dengan vaksin asli yang mencapai Rp900 ribu.

Keuntungan dari produsen vaksin hingga Rp25 juta sepekan. Sementara itu, pihak distributor meraup Rp20 juta.

Di tempat terpisah, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku sudah mendapat informasi ada empat rumah sakit swasta yang didapati menggunakan vaksin palsu.

Namun, ia belum bisa membuka nama rumah sakit itu. Ia pun langsung memerintahkan dinas kesehatan untuk menindak.

Ajukan gugatan

Di sisi lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) menyatakan belum dapat memberikan keterangan terkait dengan kasus vaksin palsu.

Hal itu disebabkan jajaran Badan POM harus mengadakan rapat internal dengan DPR.

Di lain pihak, dalam siaran pers mereka, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah mengusut pengadaan obat di rumah sakit dan puskesmas terkait dengan kasus vaksin palsu.

Vaksin bukan obat yang dapat langsung diterima konsumen, harus ada tenaga kesehatan yang memberikan ataupun mengadakan vaksin tersebut di rumah sakit dan puskesmas.

"Kita harus usut dari Kemenkes, Badan POM, hingga pihak pengadaan vaksin," ucap Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

Ia menduga ada permainan di Kemenkes hingga Badan POM sehingga kasus tersebut dapat berlangsung selama 13 tahun.

Ia menganjurkan masyarakat agar melakukan gugatan class action kepada Kemenkes dan Badan POM terkait dengan kelalaian mereka.

Sementara itu, dinas kesehatan di sejumlah daerah melakukan investigasi dan inspeksi mendadak ke beberapa rumah sakit dan klinik yang tidak menggunakan vaksin resmi dari pemerintah. (Tim Media/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya