Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
TIDAK seperti dahulu, pencalonan Komjen Tito Karnavian sebagai Kapolri jauh lebih mulus dan nyaris tanpa hiruk-pikuk politik.
Tito dengan mulus mendapatkan restu Komisi III DPR dalam uji kelayakan dan kepatutan, di gedung parlemen, Jakarta, pekan lalu.
Salah satu komitmen yang dicanangkannya ialah membenahi internal Polri dan membangun kepolisian yang profesional serta modern.
Reformasi Polri sebenarnya bukan barang baru.
Program itu sudah mulai dilakukan sejak 1998 yang merupakan mandat dari semangat reformasi.
Setelah berjalan sekitar 17 tahun, kepolisian nyatanya masih menjadi lembaga yang kurang mendapat kepercayaan publik.
Tito menyadari, melakukan reformasi internal di korps kepolisian tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Polri masih bergelut pada masalah profesionalitas.
Perbaikan di tubuh kepolisian, menurut Tito, tidak melupakan proses seleksi anggota Polri.
Rekrutmen harus dipastikan transparan dan bersih, mutasi jabatan dan promosi dilakukan dengan proporsional, serta profesionalitas penyelesaian tugas-tugas pokok harus ditingkatkan.
"Akan fokus pada reformasi kultural. Paling utama budaya korupsi, hedonisme, konsumtif, serta perbaikan perilaku ketika berhadapan dengan masyarakat dan perbaikan di sisi recruitment," tutur Tito di hadapan perwakilan 10 partai di Komisi III DPR.
Tito menyebut gesekan antara kalangan senior dan junior juga menjadi salah satu penghambat peningkatan profesionalitas Polri.
Gesekan itu menimbulkan rasa tidak nyaman sekaligus membuat penempatan jabatan lebih memperhatikan senioritas ketimbang tingkat kemampuan.
Untuk mengikis gesekan antara kalangan senior dan junior itu, Tito bertekad menggugah kesadaran akan kepentingan bersama di antara angkatan.
"Yang layak memimpin, merekalah yang layak memimpin. Sebagai kakak-adik, kita sama-sama ingin bangun Polri," tegasnya.
Tito menyatakan, perbaikan pun menyentuh hubungan antarinstitusi penegak hukum.
Sinergitas yang tinggi akan menjamin lebih banyak kesuksesan penegakan hukum.
Pada penanggulangan terorisme, Tito tidak mengabaikan tuntutan agar Polri memperketat pengawasan atau kontrol terhadap personel Densus 88.
Dengan demikian, kasus penganiayaan terduga teroris Siyono hingga tewas di tahanan tidak terulang kembali.
"Mekanisme pengawasan mereka harus diperkuat. Saya kira mekanisme sekarang sudah memadai, ada Kompolnas, Komisi III, media, semuanya mengawasi mereka," terangnya.
Ubah persepsi
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, mengatakan salah satu indikator kesuksesan reformasi kepolisian ialah berhasil mengubah persepsi masyarakat terhadap polisi.
Tito diharapkan mampu menjadikan citra polisi lebih positif ketimbang saat ini.
Hal itu, kata Desmond, dapat diwujudkan dengan cara membentuk kultur kepolisian yang lebih humanis dalam mengayomi dan melayani masyarakat.
"Bagaimana memberikan rasa aman tanpa mempertontonkan arogansi," cetus Desmond.
Tanpa berniat menggeneralisasikan, ujarnya, citra kepolisian dapat dilihat dari hal-hal yang akrab di masyarakat, seperti polisi lalu lintas.
Desmond mengatakan masih banyak polisi lalu lintas yang melakukan pungutan liar dengan memanfaatkan ketidakpatuhan pengendara di jalan.
Menurutnya, hal itu bukan cermin pengayoman yang baik.
Politikus Partai Gerindra itu menambahkan, masyarakat akan menghargai polisi jika mereka lebih profesional dalam penegakan hukum, mulai pelaporan kasus, penyelidikan, hingga penyidikan.
Desmond menilai citra dan watak korup masih membayang-bayangi kepolisian.
"Kita tahu ada yang melakukan pemerasan, jadi backing bisnis pengusaha," kritik Desmond.
Dia menganggap kesejahteraan untuk semua personel polisi menjadi salah satu upaya untuk menjauhkan polisi dari mental korup.
Itu merupakan pekerjaan rumah bersama antara pemerintah, DPR, dan Kapolri.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat berpendapat reformasi internal akan dapat efektif diwujudkan jika personel Polri solid.
Selanjutnya, Korps Bhayangkara yang kuat dan solid diyakini mampu menghadapi tantangan di masa depan.
"Peredaran narkoba yang semakin mengkhawatirkan, terorisme yang bergerak semakin masif, dan kejahatan yang mendapat sorotan publik seperti kejahatan anak. Kapolri yang baru harus mampu membangun the dream team agar mampu menjawab tantangan ke depan," papar Didik.
Transparansi minim
Di sisi lain, transparansi dan akuntabilitas kinerja kepolisian mendapatkan sorotan.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Miko Ginting, menyebutkan minimnya kedua hal itu membuat reformasi internal Polri di bawah kepemimpinan 10 kapolri terdahulu selalu gagal.
"Transparansi lembaga dan personel dalam pelaksanaan fungsinya. Kalau penyidikan orang harus tahu sudah di mana prosesnya, sudah ada tersangka atau belum. Jangan ada pungli dalam penegakan hukum," ujar Miko saat berbincang akhir pekan lalu di Jakarta.
Tito pun harus memastikan bawahannya memublikasikan hasil kebijakan Tito kepada publik.
Yang terpenting, tegas Miko, Polri harus membuat mekanisme tolok ukur kinerja agar hasil dari reformasi internal dapat diketahui.
Miko menaruh harapan kepada Tito untuk mengembalikan khitah polisi sebagai pengayom masyarakat dengan menjalankan tugas secara profesional.
Polri mesti mampu membuktikan diri kepada masyarakat.
Caranya bukan hanya menegakkan hukum secara tegas, melainkan juga bisa membuka ruang pengaduan secara luas.
Komisioner Kompolnas Irjen (Purn) Bekto Suprapto sependapat transparansi memegang peran penting dalam reformasi Polri.
Kultur yang cenderung tertutup telah menciptakan perlindungan bagi polisi-polisi yang tidak jujur.
"Yang penting pembinaan karier yang transparan sesuai dengan kompetensinya. Kadang-kadang ada polisi yang nakal naik pangkat terus, ada yang jujur malah terpinggirkan," ungkap Bekto.
Ia pun mengingatkan, ada tiga tugas yang diamanatkan kepada polisi, yakni menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan melindungi, mengayomi, serta melayani masyarakat.
Sayangnya, yang lebih banyak dilakukan polisi saat ini ialah menegakkan hukum.
"Menegakkan hukum yang kurang pengawasan," imbuhnya.
Akibatnya, sambung Bekto, 90% laporan yang masuk ke Kompolnas berkaitan dengan penegakan hukum, seperti keluhan dari masyarakat, penegakan hukum yang dilakukan polisi tidak adil, adanya perlakuan buruk oleh polisi, adanya diskriminasi, bahkan ada laporan polisi yang korupsi.
"Itu kan tantangan yang besar. Ke depan bukan penegakan hukum yang harus dikedepankan, tapi mencegah kejahatan," tandasnya. (Cah/Nur/Nyu/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved